Literasi Keuangan Minim Picu Ketergantungan Masyarakat pada Pinjaman Online

Lonjakan penggunaan pinjaman online (pinjol) di Indonesia menjadi perhatian serius. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan pinjol memang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat masalah mendasar yaitu rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah pinjaman online yang beredar (outstanding), mencapai Rp 77,02 triliun pada tahun 2024. Hal ini mengindikasikan bahwa pinjol semakin menjadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat, terutama dalam situasi ekonomi yang menantang.

Dr. Teddy Prima Anggriawan, Ketua Program Studi Magister Hukum UPN Veteran Jawa Timur, menjelaskan bahwa fenomena ini berakar pada minimnya pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan keuangan. Situasi diperburuk oleh pandemi Covid-19 yang mengubah tatanan ekonomi dan keuangan secara drastis, membuat masyarakat semakin rentan terhadap tawaran pinjaman online.

"Masyarakat tergiur dengan kemudahan yang ditawarkan pinjol, tanpa mempertimbangkan risiko dan konsekuensi jangka panjangnya," ujar Dr. Teddy. Proses pengajuan pinjaman yang mudah, tanpa survei dan persyaratan rumit seperti di bank, menjadi daya tarik utama. Namun, kemudahan ini seringkali menjebak masyarakat dalam lingkaran utang yang sulit diatasi.

Selain itu, kurangnya pengetahuan hukum juga menjadi faktor penting. Banyak masyarakat kesulitan membedakan antara pinjol legal dan ilegal. Pemerintah dinilai lebih fokus pada tindakan represif terhadap pinjol ilegal, sementara upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat masih kurang optimal. "Menutup satu pinjol ilegal, akan muncul seribu pinjol ilegal lainnya," tegas Dr. Teddy, menekankan pentingnya edukasi yang berkelanjutan.

Dr. Teddy juga menjelaskan hak-hak nasabah pinjol, terutama bagi mereka yang terjerat utang. Nasabah pinjol legal berhak mengajukan restrukturisasi, yaitu negosiasi dengan perusahaan pinjol untuk mendapatkan keringanan pembayaran. Hal ini lazim dilakukan oleh bank dan perusahaan pinjol yang terdaftar di OJK.

Namun, bagi nasabah yang terjerat utang pada pinjol ilegal, Dr. Teddy menegaskan bahwa mereka berhak untuk tidak membayar utang tersebut. "Pinjol ilegal tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan penagihan, dan mereka tidak dapat menuntut nasabah," jelasnya. Nasabah disarankan untuk segera melaporkan pinjol ilegal tersebut kepada OJK dan pihak kepolisian.

Dr. Teddy mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan pinjol. Pinjol sebaiknya tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, melainkan untuk keperluan yang mendesak dan produktif. Sebelum mengambil pinjaman, masyarakat harus membuat perencanaan yang matang, mempertimbangkan besaran bunga dan denda, serta memastikan kemampuan untuk membayar utang tersebut.

Rekomendasi bagi Nasabah Pinjol Legal:

  • Restrukturisasi Utang: Ajukan keringanan pembayaran kepada perusahaan pinjol.
  • Negosiasi: Diskusikan opsi pembayaran yang lebih sesuai dengan kemampuan finansial.

Rekomendasi bagi Nasabah Pinjol Ilegal:

  • Jangan Bayar: Pinjol ilegal tidak memiliki dasar hukum untuk menagih.
  • Laporkan: Segera laporkan kepada OJK dan pihak kepolisian.

Literasi keuangan yang baik merupakan kunci untuk mencegah masyarakat terjerat dalam masalah pinjol. Pemerintah, lembaga keuangan, dan seluruh elemen masyarakat perlu bersinergi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan keuangan, investasi, dan risiko pinjaman online. Dengan demikian, pinjol dapat dimanfaatkan secara bijak dan tidak menjadi sumber masalah baru bagi masyarakat.