Pemulihan WNI Pasca Konflik Suriah: Trauma Healing dan Dukungan Sosial Jadi Kunci
Proses pemulihan warga negara Indonesia (WNI) yang kembali dari zona konflik di Suriah memerlukan pendekatan komprehensif, dengan fokus utama pada trauma healing dan rehabilitasi psikososial.
Hal ini mengemuka dalam acara bedah buku "Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah" yang diselenggarakan di Universitas Lampung (Unila). Diskusi tersebut menyoroti pentingnya pemulihan yang melampaui sekadar penanaman wawasan kebangsaan. Empati dan dukungan sosial menjadi krusial agar para WNI eks-konflik dapat berintegrasi kembali ke masyarakat secara sehat dan produktif.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Sunyono, menekankan bahwa pemulihan psikologis dan sosial adalah fondasi penting bagi reintegrasi yang berhasil. Ia menyebutkan bahwa pendekatan yang manusiawi dan penuh pengertian akan membantu individu-individu ini membangun kembali kehidupan mereka.
Perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung, Hermansyah, dalam kesempatan yang sama, menyoroti ancaman radikalisme yang semakin masif melalui platform media sosial. Kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, dan remaja menjadi target utama indoktrinasi. Paparan radikalisme pada kelompok ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang serius bagi masa depan bangsa.
"Bila kelompok seperti anak, remaja, dan ibu rumah tangga terpapar radikalisme yang bersumber dari intoleransi, maka kita menghadapi ancaman serius terhadap masa depan bangsa," tegasnya.
Acara bedah buku ini juga diisi dengan pemutaran film dokumenter berjudul "Road to Resilience". Film ini diharapkan dapat memicu kesadaran dan tindakan nyata dalam memperkuat ketahanan nasional, khususnya dalam menghadapi isu radikalisme dan reintegrasi sosial.
Buku "Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah" sendiri mengisahkan pengalaman repatriasi 18 WNI dari Suriah pada tahun 2017. Karya Noor Huda Ismail ini tidak hanya memaparkan persoalan radikalisasi, tetapi juga menyoroti perjuangan para WNI untuk menemukan kembali harapan dan kemanusiaan setelah mengalami pengalaman traumatis di zona konflik.
Noor Huda Ismail, penulis buku tersebut, menyampaikan bahwa tujuan utamanya bukan sekadar menulis buku, melainkan untuk memberikan kesempatan kedua bagi para WNI eks-konflik untuk memulai hidup baru. Ia berharap karyanya dapat menjadi bagian dari upaya aktivisme untuk membantu mereka membangun kembali masa depan yang lebih baik.