Integritas Pendidikan Nasional Menurun: JPPI Ajukan Tiga Rekomendasi Strategis

Kondisi integritas pendidikan di Indonesia tengah menjadi sorotan tajam setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis data Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024. Skor integritas pendidikan tercatat mengalami penurunan signifikan, dari 73,7 pada tahun 2023 menjadi 69,50. Penurunan ini mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam sistem pendidikan yang perlu segera diatasi.

Temuan SPI mengkhawatirkan karena mengungkap praktik kecurangan yang masih marak terjadi di kalangan siswa dan mahasiswa. Data menunjukkan bahwa 98% kasus menyontek terjadi di perguruan tinggi, sementara 78% terjadi di tingkat sekolah. Kondisi ini menempatkan integritas pendidikan Indonesia dalam status "Korektif", sebuah sinyal bahwa upaya perbaikan mendesak diperlukan.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) turut menyampaikan keprihatinan mendalam atas penurunan skor integritas ini. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menilai bahwa temuan survei ini mengindikasikan adanya masalah mendasar dalam sistem pendidikan Indonesia. Ia menambahkan bahwa praktik ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan yang terungkap dalam survei diperparah oleh masalah lain, seperti penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan praktik nepotisme dalam rekrutmen tenaga pengajar.

"Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, penurunan integritas tidak hanya mencerminkan kemerosotan kualitas pendidikan, tetapi juga berpotensi menjadikan sistem pendidikan sebagai lahan subur bagi praktik korupsi di masa depan," tegas Ubaid.

Faktor-faktor Penurunan Integritas Pendidikan

Berdasarkan analisis JPPI, terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan penurunan indeks integritas pendidikan di Indonesia:

  • Korupsi Dana Pendidikan: Sektor pendidikan masih menjadi target utama praktik korupsi. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sektor pendidikan termasuk dalam lima besar kasus korupsi yang paling banyak terjadi. Temuan ini diperkuat oleh hasil SPI KPK periode 2022-2024 yang menunjukkan bahwa penyelewengan dana pendidikan melibatkan berbagai pihak di institusi pendidikan.
  • Normalisasi Kecurangan: Praktik kecurangan seperti menyontek massal, joki tugas, dan plagiarisme semakin dianggap sebagai hal yang lumrah. Sanksi yang kurang tegas terhadap pelaku kecurangan juga menjadi faktor pendorong. Selain itu, peran orang tua yang menekan pihak sekolah untuk memanipulasi nilai demi memuluskan penerimaan siswa baru juga turut berkontribusi terhadap normalisasi kecurangan.
  • Tekanan Sistem yang Tidak Manusiawi: Sistem administrasi dan pelaporan yang rumit dan membebani guru menyebabkan mereka kehilangan fokus dalam mengajar dan mengembangkan karakter siswa. Hal ini berdampak negatif terhadap pembentukan karakter siswa dan membuka peluang bagi praktik kecurangan.

Rekomendasi JPPI untuk Peningkatan Integritas Pendidikan

Menanggapi kondisi ini, JPPI mengajukan tiga rekomendasi strategis kepada pemerintah:

  1. Intervensi Langsung dari Presiden: JPPI menekankan bahwa masalah integritas pendidikan sangat serius dan memerlukan perhatian langsung dari presiden. Solusi komprehensif harus segera dirumuskan untuk mengatasi masalah ini. JPPI juga merekomendasikan peningkatan anggaran pendidikan untuk penguatan pendidikan karakter.
  2. Penguatan Pendidikan Karakter: Pendidikan karakter harus menjadi fokus utama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama. JPPI menyarankan agar kurikulum tidak terlalu membebani siswa dengan banyaknya mata pelajaran, tetapi lebih menekankan pada penguatan karakter dan literasi dasar.
  3. Pengembangan Ekosistem Pendidikan yang Berintegritas: Pemerintah perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan media, dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang berintegritas.