ICJR: Percepatan Revisi KUHAP karena KUHP Baru Tidak Ideal
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyuarakan kekhawatiran terkait rencana percepatan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut ICJR, alasan percepatan yang didasarkan pada pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada tahun 2026 mendatang, dinilai kurang tepat.
Iftitah Sari, seorang peneliti dari ICJR, menyampaikan pandangannya di Gedung DPR RI pada Jumat (25/4/2025), bahwa alokasi dua masa sidang untuk menuntaskan revisi KUHAP sangatlah tidak memadai. Ia menekankan bahwa tergesa-gesanya proses revisi berpotensi mengorbankan kualitas substansi KUHAP, yang justru memiliki dampak yang lebih luas dalam sistem peradilan pidana.
Menurut Iftitah, revisi KUHAP yang terburu-buru akan mengakibatkan banyak kekurangan substansial. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar, sekitar 80 persen, dari isi KUHAP memiliki dampak signifikan terhadap sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Sementara itu, pasal-pasal yang berkaitan langsung dengan KUHP baru hanya mencakup 10 hingga 20 persen dari keseluruhan KUHAP.
ICJR mendesak pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan kembali urgensi percepatan revisi KUHAP. Mereka menekankan perlunya pembahasan yang mendalam dan refleksi ulang terhadap pasal-pasal KUHAP yang benar-benar membutuhkan penyesuaian dengan KUHP baru. Iftitah menambahkan bahwa perubahan mayoritas dalam KUHAP akan berdampak lebih besar daripada sekadar menyesuaikan dengan KUHP baru, sehingga penyesuaian perlu dilakukan secara komprehensif.
Dengan demikian, ICJR berpendapat bahwa alasan percepatan revisi KUHAP yang didasarkan pada KUHP baru perlu dievaluasi kembali. Mereka menekankan pentingnya kualitas substansi KUHAP dan dampaknya yang luas terhadap sistem peradilan pidana, serta perlunya pembahasan yang mendalam dan komprehensif.