Terungkap di Persidangan: Ajudan Ungkap Penundaan Penerbangan Akibat OTT KPK Terkait Kasus Harun Masiku

Saksi Mata Mengungkap Detik-Detik Penangkapan Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta

Dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, seorang saksi bernama Rahmat Setiawan Tonidaya, yang merupakan mantan ajudan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, memberikan keterangan mengejutkan. Ia mengungkapkan bahwa penundaan penerbangan yang seharusnya membawa mereka ke Bangka Belitung pada 8 Januari 2020 disebabkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap atasannya.

Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Toni, sapaan akrab saksi, menceritakan kronologi kejadian yang bermula saat ia dan seorang staf Humas KPU telah berada di dalam pesawat. Mereka menunggu keberangkatan yang dijadwalkan sekitar pukul 12.00 WIB. Toni dan staf Humas KPU duduk di kelas ekonomi, sementara Wahyu Setiawan menempati kursi kelas bisnis.

Namun, waktu berlalu dan pesawat tak kunjung lepas landas. Merasa ada yang tidak beres, Toni berinisiatif mencari Wahyu Setiawan di tempat duduknya. Akan tetapi, ia tidak menemukan atasannya di sana. Ia kemudian bertanya kepada awak kabin, yang mengarahkannya ke garbarata, penghubung antara pesawat dan terminal bandara. Di sanalah ia mendapati sejumlah petugas KPK tengah melakukan penangkapan.

"Saya melihat ada tim yang saya tidak tahu dari mana. Mereka menyampaikan pesan dari Pak Wahyu agar saya ikut bersama beliau," ungkap Toni menirukan ucapan salah seorang petugas KPK saat itu. Ia kemudian dibawa oleh tim penyidik KPK menggunakan mobil terpisah dan menjalani pemeriksaan intensif hingga dini hari. Pada akhirnya, Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan divonis bersalah oleh pengadilan. Sementara itu, Toni tidak terjerat dalam kasus tersebut.

Kasus ini menyeret Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa atas dugaan menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dan penyuapan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme PAW periode 2019-2024. Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama. Pada dakwaan kedua, ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.