Jeritan Mantan Karyawan: Ijazah Tertahan, Kriminalisasi, dan Vonis Hukum Menghantui

Bekas Karyawan di Pekanbaru Terjerat Persoalan Ijazah Tertahan dan Proses Hukum

Kisah pilu dialami Putri, seorang mantan karyawan perusahaan tour and travel di Pekanbaru, Riau. Ijazah SMA miliknya masih ditahan perusahaan, sebuah kondisi yang dialami puluhan mantan karyawan lainnya. Lebih dari itu, Putri merasa dikriminalisasi oleh mantan bosnya, hingga berujung pada proses hukum yang panjang.

Putri mulai bekerja di perusahaan tersebut pada tahun 2013 sebagai staf ticketing. Masalah bermula ketika seorang pelanggan melakukan pemesanan tiket dalam jumlah besar, mencapai ratusan juta rupiah. Karena limit transaksi hariannya terbatas, Putri meminta persetujuan dari suami pemilik perusahaan untuk memproses transaksi tersebut. Persetujuan diberikan, dan transaksi pun dilakukan.

Namun, pelanggan tersebut kemudian gagal membayar sesuai kesepakatan. Meskipun awalnya ada itikad baik untuk mencicil pembayaran, pelanggan tersebut akhirnya menghilang. Putri, yang telah menyetorkan sebagian pembayaran dari beberapa penumpang yang akan berangkat, diminta untuk bertanggung jawab atas kerugian perusahaan setelah tiket-tiket tersebut dibatalkan.

Ibunda Putri bahkan dipanggil oleh pemilik perusahaan dan diminta untuk mengganti kerugian, dengan ancaman akan memenjarakan Putri jika tidak dipenuhi. Ancaman tersebut ternyata menjadi kenyataan. Putri dilaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan dalam jabatan, dan ditangkap saat berada di kampus tempatnya kuliah.

"Saya tidak pernah mengambil uang perusahaan. Saya sudah bilang bisa dicek transaksi rekening saya. Namun, saya tetap dilaporkan," ungkap Putri.

Setelah penangkapan, Putri menjalani proses hukum yang panjang. Meskipun tidak ditahan selama proses penyidikan awal, kasusnya berlanjut hingga kasasi. Di tingkat kasasi, ia divonis 1 tahun 9 bulan penjara dengan tuduhan melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP).

Tekanan Kerja dan Potongan Gaji

Selain masalah hukum, Putri juga mengungkapkan tekanan kerja yang dialaminya selama bekerja di perusahaan tersebut. Gaji seringkali dipotong karena keterlambatan atau izin sakit yang tidak disetujui. Bahkan, ia pernah mengalami pemotongan gaji yang sangat besar karena mengambil cuti saat Lebaran.

"Terlambat satu detik, gaji dipotong. Saya sakit, ajukan izin tak di ACC, jadi potong gaji," keluhnya.

Tekanan kerja yang tinggi membuat Putri dan karyawan lainnya merasa tidak nyaman. Namun, mereka takut untuk mengundurkan diri karena khawatir ijazah mereka akan ditahan oleh perusahaan.

Respon Pihak Terkait

Upaya konfirmasi dari pihak media kepada pemilik perusahaan belum mendapatkan respons. Kasus penahanan ijazah ini mencuat setelah para korban melapor ke DPRD Pekanbaru dan menjadi perhatian Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker). Namun, saat Wamenaker melakukan sidak ke perusahaan, tidak ada perwakilan perusahaan yang bersedia menemui.

Awalnya, 12 orang mantan karyawan melaporkan ijazah mereka ditahan. Mereka diminta membayar denda antara Rp 5 hingga Rp 13 juta untuk mendapatkan kembali ijazah mereka. Jumlah mantan karyawan yang menjadi korban penahanan ijazah kini mencapai 40 orang.

Pihak perusahaan belum memberikan tanggapan terkait tuduhan penahanan ijazah ini. Dua orang pekerja yang ditemui di lokasi mengaku tidak mengetahui persoalan tersebut.


Berikut adalah daftar poin-poin penting yang dapat ditarik dari berita ini:

  • Ijazah SMA milik Putri, mantan karyawan perusahaan tour and travel di Pekanbaru, masih ditahan perusahaan.
  • Putri merasa dikriminalisasi oleh mantan bosnya dan ditangkap polisi atas tuduhan penggelapan dalam jabatan.
  • Ia divonis 1 tahun 9 bulan penjara di tingkat kasasi karena dianggap melanggar SOP.
  • Putri mengalami tekanan kerja dan pemotongan gaji selama bekerja di perusahaan tersebut.
  • Kasus penahanan ijazah ini melibatkan puluhan mantan karyawan lainnya.
  • Pihak perusahaan belum memberikan tanggapan terkait tuduhan penahanan ijazah.