Kenaikan Batas Gaji MBR: Implikasi pada Harga dan Suplai Rumah Subsidi

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan peningkatan batas penghasilan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan rumah subsidi. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai potensi dampaknya terhadap harga rumah subsidi dan ketersediaan unit hunian.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya masih akan membahas lebih lanjut mengenai kemungkinan penyesuaian harga rumah subsidi. Akan tetapi, ia menekankan bahwa kenaikan batas gaji MBR ini diharapkan dapat memperluas cakupan suplai perumahan.

"Saat ini belum ada pembahasan, tetapi tentu akan ada perluasan dari sisi suplai. Hal ini tentunya memerlukan penyesuaian regulasi juga. Dari luasan rumah, luasan tanah, kemudian juga harga rumahnya, itu sudah diatur, termasuk yang subsidi saat ini. Luasan minimal tanah 60 m2, produknya minimal 21 m2, maksimal 36 m2," jelas Heru kepada wartawan.

Heru menjelaskan bahwa penyesuaian batas gaji MBR merupakan langkah awal untuk mengatasi backlog perumahan, dimana sekitar 78% backlog berada di wilayah perkotaan. Solusi untuk wilayah perkotaan adalah pembangunan rumah susun atau hunian vertikal. Peningkatan batas gaji maksimal MBR di perkotaan diharapkan memungkinkan mereka untuk membeli rumah susun subsidi yang harganya relatif lebih tinggi dibandingkan rumah tapak.

Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan permintaan yang lebih besar, sehingga mendorong sisi suplai hunian subsidi, baik rumah tapak maupun rumah susun. "Rumah vertikal pasti harganya sudah jauh di atas rumah tapak. Dengan luasan yang sama, katakanlah 36 meter persegi, 2 kamar tidur, 1 ruang keluarga ada balkon, 1 kamar mandi, mungkin bisa jadi harganya sudah di atas Rp 250 juta. Jauh di atas harga rumah tapak yang ada saat ini. Jika rentang penghasilan MBR tidak disesuaikan, dan masih di Rp 8 juta, tidak akan mampu orang MBR kota membeli itu. Padahal penghasilan Rp 12-13 juta pun belum tentu dia mampu untuk membeli rumah susun," paparnya.

Ke depan, BP Tapera berencana untuk mengkaji harga rumah susun subsidi beserta besaran suku bunganya. Pertimbangan ini didasari oleh fakta bahwa perbedaan harga rumah susun subsidi dapat memengaruhi besaran bunga yang sesuai. Heru mencontohkan, jika masyarakat berpenghasilan antara Rp 8 juta hingga Rp 15 juta per bulan mampu membeli rumah dengan harga di atas Rp 200 juta, maka suku bunganya dapat disesuaikan menjadi 6%.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, telah menerbitkan kebijakan baru terkait kriteria MBR, yang menaikkan batas maksimum penghasilan MBR penerima rumah subsidi hingga Rp 14 juta untuk wilayah Jabodetabek. Batas gaji untuk MBR yang belum menikah dinaikkan dari Rp 7 juta menjadi Rp 12 juta, sementara untuk MBR yang sudah menikah, batas gajinya naik dari Rp 8 juta menjadi Rp 14 juta. Kebijakan ini berlaku untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

"Dari proses ini saya merasakan betul Menteri Hukum dan jajaran membantu kami. Maka minggu lalu dua hari pun sudah siap, ini true story. Dua hari itu sudah siap. Artinya, beliau begitu membantu koleganya. Banyak sekali membantu. Tadi saya juga umumkan resmi," ujar Maruarar Sirait.

Kenaikan batas gaji maksimal MBR juga diberlakukan di berbagai daerah lain di Indonesia. Informasi lebih detail mengenai angka kenaikan di masing-masing daerah dapat diakses melalui sumber-sumber informasi resmi pemerintah.