PKS Dukung Upaya Penguatan Ketahanan Keluarga di Tengah Lonjakan Angka Perceraian
Meningkatnya angka perceraian di Indonesia menjadi perhatian serius berbagai pihak. Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengusulkan revisi Undang-Undang Perkawinan atau bahkan membentuk undang-undang baru yang fokus pada ketahanan keluarga. Usulan ini mendapat dukungan dari Anggota Komisi VIII DPR sekaligus Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW).
HNW mengapresiasi kepedulian Menag terhadap isu ini. Ia menekankan pentingnya solusi yang mendasar, seperti menghidupkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga. Menurutnya, RUU ini sejalan dengan gagasan yang pernah diusung oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR pada periode pemerintahan sebelumnya. Bahkan, usulan tersebut sempat mendapat dukungan dari beberapa anggota fraksi lain seperti Golkar, Gerindra, dan PAN. Sayangnya, inisiatif ini belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan mayoritas fraksi di DPR saat itu.
"Urgensi untuk menjawab persoalan keluarga yang ada di masyarakat sudah sangat terlihat, dan bahan-bahan untuk memulai RUU Ketahanan Keluarga itu juga sudah tersedia. Saat ini, tinggal bagaimana ‘political will’ pemerintah, atau DPR, atau inisiatif bersama pemerintah dan DPR untuk bersama mengusulkan dan memperjuangkan disahkannya RUU Ketahanan Keluarga ini," ungkap HNW.
HNW lebih condong pada pembentukan RUU Ketahanan Keluarga daripada hanya merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Meskipun revisi UU Perkawinan dengan menambahkan bab tentang pelestarian keluarga mungkin lebih cepat disahkan, HNW mengingatkan potensi munculnya agenda tersembunyi.
Ia khawatir revisi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengubah rezim perkawinan di Indonesia, misalnya dengan melegalkan perkawinan beda agama atau pernikahan sesama jenis. HNW berharap Menag telah mempertimbangkan hal ini dalam usulannya.
"Jangan sampai mereka hadir sebagai ‘penumpang gelap’ dengan memanfaatkan isu usulan revisi UU Perkawinan untuk kepentingan mereka yang bertentangan dengan Pancasila, Konstitusi, keputusan MK dan UU Perkawinan yang sudah ada," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pernikahan yang tidak didasarkan pada ajaran agama, sesuai dengan Pancasila dan Pasal 28B ayat (1) UUD NRI 1945 serta UU Perkawinan yang berlaku, berpotensi meningkatkan angka perceraian dan meresahkan masyarakat.