Sri Mulyani Bahas Strategi Hadapi Tarif Trump Bersama Menkeu Negara Lain

Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa dirinya berinisiatif melakukan diskusi intensif dengan para menteri keuangan dari berbagai negara terkait dampak kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Diskusi ini berlangsung di sela-sela pertemuan penting seperti World Bank Spring Meetings 2025.

Dalam forum tersebut, Sri Mulyani memaparkan bahwa ia memanfaatkan momen pertemuan G20 dan World Bank Spring Meetings 2025 untuk saling bertukar informasi dan strategi dengan para mitranya. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana masing-masing negara menjalin hubungan dagang dengan Amerika Serikat dan mencari solusi yang komprehensif untuk memitigasi dampak negatif dari kebijakan tarif tersebut. "Saya melakukan compare notes dengan beberapa menteri keuangan untuk menanyakan bagaimana negara masing-masing melakukan engagement dengan AS," ujarnya dalam konferensi pers.

Sri Mulyani menekankan bahwa ketidakpastian ekonomi global, yang diperburuk oleh kebijakan tarif, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia dan merugikan semua negara. Oleh karena itu, forum-forum internasional seperti G20 dan World Bank Spring Meetings menjadi krusial untuk meredakan ketegangan, mencapai pemahaman bersama, dan menjaga stabilitas ekonomi global. Tujuannya adalah mencegah risiko resesi dan melindungi kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa inisiatif dialog dan negosiasi bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat mendapatkan respons positif. Proposal yang diajukan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dinilai komprehensif dan menggambarkan kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam proses perundingan.

Sebagai informasi tambahan, pada tanggal 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal yang berdampak pada sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan potensi kenaikan tarif impor hingga 32 persen. Sementara beberapa negara memilih untuk melakukan retaliasi, Indonesia memilih jalur negosiasi. Respons positif dari AS terhadap proposal Indonesia memberikan harapan akan tercapainya kesepakatan yang saling menguntungkan.

Amerika Serikat memberikan penundaan selama 90 hari bagi negara yang memilih jalur negosiasi dan tidak melakukan tindakan balasan. Walaupun begitu, tarif dasar universal sebesar 10 persen masih berlaku untuk semua negara.