Revisi UU Perkawinan: Peringatan terhadap Potensi Penyimpangan

Revisi UU Perkawinan: Hidayat Nur Wahid Soroti Potensi Agenda Tersembunyi

Wacana revisi Undang-Undang Perkawinan kembali mencuat, memicu berbagai tanggapan dari kalangan politisi dan tokoh masyarakat. Hidayat Nur Wahid (HNW), Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi VIII DPR, menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait potensi adanya agenda tersembunyi atau "penumpang gelap" dalam proses revisi tersebut.

HNW menekankan pentingnya menjaga fondasi perkawinan di Indonesia yang berdasarkan pada nilai-nilai agama. Ia mengingatkan agar revisi UU Perkawinan tidak disalahgunakan untuk melegalkan praktik-praktik yang bertentangan dengan norma agama, konstitusi, dan Pancasila.

"Jangan sampai usulan revisi UU Perkawinan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memasukkan agenda yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita," ujar HNW.

Ia menyoroti beberapa isu krusial yang berpotensi menjadi celah bagi agenda tersembunyi, di antaranya:

  • Pernikahan Beda Agama: HNW mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak legalisasi pernikahan beda agama. Oleh karena itu, ia meminta agar isu ini tidak kembali diangkat dalam revisi UU Perkawinan.
  • Pernikahan Tanpa Landasan Agama: HNW juga menyoroti adanya suara-suara yang mengusulkan pernikahan tanpa landasan agama. Ia menegaskan bahwa perkawinan di Indonesia harus memiliki dasar agama yang kuat.
  • Pernikahan Sesama Jenis: Isu pernikahan sesama jenis menjadi perhatian serius bagi HNW. Ia menegaskan bahwa pernikahan sesama jenis jelas-jelas bertentangan dengan Konstitusi dan Pancasila, sehingga tidak boleh dilegalkan melalui revisi UU Perkawinan.

HNW berharap agar Menteri Agama sebagai pengusul revisi UU Perkawinan dapat memberikan perhatian khusus terhadap potensi penyimpangan tersebut. Ia meminta agar seluruh pihak yang terlibat dalam proses revisi UU Perkawinan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, serta menjunjung tinggi nilai-nilai agama, konstitusi, dan Pancasila.

Revisi UU Perkawinan, menurut HNW, harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Jangan sampai revisi tersebut justru menimbulkan kekacauan dan merusak tatanan perkawinan yang telah mapan di Indonesia.

"Kita harus memastikan bahwa revisi UU Perkawinan ini benar-benar bertujuan untuk memperkuat lembaga perkawinan, bukan untuk merusaknya," pungkas HNW.