Hipertensi dan Sensitivitas Garam Terbalik: Kapan Pengurangan Garam Justru Berbahaya?

Tekanan darah tinggi atau hipertensi seringkali dikaitkan dengan anjuran untuk mengurangi konsumsi garam. Namun, sebuah fakta menarik terungkap bahwa tidak semua penderita hipertensi mendapatkan manfaat dari pengurangan asupan garam. Dalam beberapa kasus, tindakan ini justru dapat memicu peningkatan tekanan darah, sebuah kondisi yang dikenal sebagai inverse salt sensitivity.

Dr. Santi, seorang ahli kesehatan dari Kompas Gramedia, menjelaskan bahwa sekitar 1 dari 10 orang dengan hipertensi justru mengalami kenaikan tekanan darah ketika mengurangi garam. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah sebesar 5 poin setelah pengurangan konsumsi garam. Fenomena ini memang jarang terjadi, namun penting untuk dipahami agar penanganan hipertensi dapat dilakukan secara tepat.

Lantas, bagaimana cara mengatasi hipertensi pada individu dengan sensitivitas garam terbalik? Dr. Santi menekankan bahwa prinsip dasarnya sama dengan penanganan hipertensi pada umumnya, yaitu:

  • Pola makan sehat dan seimbang
  • Aktivitas fisik yang teratur
  • Istirahat yang cukup
  • Pengelolaan stres yang efektif

Untuk pengaturan pola makan yang spesifik, konsultasi dengan dokter gizi sangat dianjurkan. Sementara itu, Dr. Decsa Medika Hertanto, seorang spesialis penyakit dalam, menambahkan bahwa penderita hipertensi dengan sensitivitas garam terbalik tetap perlu membatasi asupan garam, namun tidak seketat penderita hipertensi biasa. Mereka dapat mengonsumsi garam dalam jumlah yang wajar, seperti orang normal pada umumnya.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sendiri telah menetapkan batas aman konsumsi natrium sebesar 2.000 miligram per orang per hari. Selain itu, penting juga untuk mengonsumsi obat-obatan hipertensi secara teratur sesuai dengan anjuran dokter.

Untuk mendeteksi apakah seseorang memiliki inverse salt sensitivity, diperlukan serangkaian tes yang meliputi trial diet, pemeriksaan renin, urine natrium, dan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) 24 jam. Sayangnya, tes ini tidak ditanggung oleh BPJS karena memerlukan banyak pemeriksaan dan biaya yang relatif mahal. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa kasus inverse salt sensitivity jarang terdeteksi di Indonesia.