Maraknya Aksi Ormas Anarkis Picu Wacana Revisi UU Ormas: Gangguan Investasi Hingga Pembakaran Fasilitas Publik
Organisasi masyarakat (ormas) kembali menjadi sorotan tajam setelah serangkaian insiden yang melibatkan tindakan anarkis dan berpotensi mengganggu stabilitas keamanan serta iklim investasi di Indonesia. Pemerintah kini membuka peluang untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) sebagai respons atas kejadian-kejadian tersebut.
Salah satu insiden yang mencuat adalah gangguan terhadap pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat, yang diduga dilakukan oleh oknum ormas. Selain itu, kasus pembakaran mobil polisi di Depok, Jawa Barat, yang melibatkan empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, semakin memperburuk citra ormas di mata publik.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan keprihatinannya atas banyaknya ormas yang bertindak di luar batas kewajaran. Menurutnya, hal ini membuka peluang untuk mengevaluasi dan merevisi UU Ormas. Tito menekankan perlunya mekanisme pengawasan yang lebih ketat, terutama terkait dengan pengelolaan keuangan ormas. Ia berpendapat, ketidakjelasan dalam penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan.
"Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan," ujar Tito.
Mantan Kapolri itu menegaskan bahwa ormas tidak boleh bertindak sewenang-wenang dengan melakukan intimidasi, kekerasan, hingga pemerasan. Tito juga menegaskan bahwa tindakan kriminal yang dilakukan oleh anggota ormas, apalagi jika dilakukan secara sistematis atas perintah organisasi, harus diproses secara hukum dan organisasi tersebut dapat dikenakan pidana.
Anggota Komisi III DPR, Abdullah, juga menyampaikan keprihatinannya atas maraknya aksi premanisme berkedok ormas. Ia menekankan bahwa negara tidak boleh kalah oleh preman dan tindakan premanisme harus ditertibkan. Abdullah juga menyoroti dampak negatif aksi premanisme terhadap investasi di Indonesia. Ia mencontohkan kasus gangguan pembangunan pabrik BYD di Subang sebagai salah satu contoh nyata bagaimana aksi premanisme dapat menghambat masuknya investasi ke Indonesia.
Abdullah mendorong pemerintah untuk membentuk satuan tugas (Satgas) Antipremansime yang melibatkan berbagai lembaga penegak hukum. Satgas ini diharapkan dapat menyelesaikan kasus-kasus premanisme di berbagai daerah yang mengganggu iklim investasi. Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan premanisme harus diberantas.
Kasus-kasus yang melibatkan ormas ini telah menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Komisi III DPR. Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, juga sebelumnya telah menyoroti gangguan ormas terhadap pembangunan pabrik BYD di Subang. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ormas bukan hanya sekadar isu keamanan, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang signifikan.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Revisi UU Ormas: Pemerintah membuka peluang untuk merevisi UU Ormas sebagai respons atas tindakan anarkis ormas.
- Pengawasan Keuangan: Pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran dana ormas perlu diperketat.
- Tindakan Kriminal: Tindakan kriminal oleh anggota ormas harus diproses secara hukum, dan organisasi dapat dikenakan pidana.
- Satgas Antipremansime: Pembentukan Satgas Antipremansime untuk memberantas premanisme yang mengganggu investasi.
Persoalan ormas dan tindakan anarkis yang mereka lakukan membutuhkan penanganan yang komprehensif dan tegas dari pemerintah. Revisi UU Ormas, pengawasan keuangan yang ketat, penegakan hukum yang tegas, dan pembentukan Satgas Antipremansime adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini. Stabilitas keamanan dan iklim investasi yang kondusif adalah kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.