Eks Rektor Universitas Pancasila Diduga Lakukan Intimidasi Terhadap Korban Pelecehan Seksual, Kuasa Hukum Ungkap Ancaman SP3

Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), ETH, memasuki babak baru. Kuasa hukum korban, Yansen Ohoirat, mengungkapkan adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oleh ETH terhadap para korban sejak kasus ini mencuat ke publik pada tahun 2024.

Menurut Yansen, intimidasi tersebut dilakukan secara verbal, bahkan di hadapannya dan tim kuasa hukum korban. Salah satu momen yang disoroti adalah ketika ETH menyinggung kedekatannya dengan sejumlah jenderal kepolisian. ETH diduga mengklaim bahwa relasinya tersebut dapat memuluskan penghentian penyidikan kasusnya melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Ya intinya begini, ‘Buat apa kalian capek-capek pulang pergi. Ini nanti juga SP3 ini perkara. Saya yang tahu dan saya paling tahu.’ Itu kata-katanya dari ETH," ujar Yansen menirukan ucapan ETH saat ditemui di Bareskrim Polri.

Peristiwa intimidasi ini, menurut Yansen, terjadi pada 1 Februari 2024, sekitar pukul 13.00 WIB, saat dua orang korban telah melaporkan ETH ke Polda Metro Jaya. Meskipun demikian, Yansen menekankan bahwa intimidasi juga terjadi saat peristiwa pelecehan terjadi.

Terbaru, dua korban lain, AIR dan AM, kembali melaporkan ETH atas dugaan pelecehan seksual yang mereka alami. Keduanya merupakan pegawai swasta yang perusahaannya pernah menjalin kerja sama dengan Universitas Pancasila. Yansen menjelaskan bahwa ETH diduga menyalahgunakan kewenangannya dan melakukan pelecehan seksual kepada kedua korban dalam kesempatan yang berbeda.

"Peristiwa tahun 2019 di salah satu tempat di Jakarta Selatan itu pelecehan secara fisik. Jadi, ada pemaksaan dari ETH kepada korban untuk memegang alat kelamin dari si ETH," ungkap Yansen.

Selain pelecehan fisik, Yansen juga menyoroti adanya pelecehan verbal yang dialami oleh salah satu korban saat proses mediasi berlangsung. Saat itu, korban didampingi oleh Yansen dan timnya bertemu dengan ETH dan jajarannya di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, ETH diduga melontarkan kata-kata yang melecehkan korban di hadapan semua yang hadir.

"Ketika kita melakukan mediasi di PIM 2 itu, secara verbal disampaikan dengan kata-kata yang tidak sepantasnya di hadapan umum, dan kata-kata verbal itu direspon oleh tim yang hadir saat itu dengan tertawa," jelas Yansen.

Saat ini, kedua korban, AIR dan AM, telah memberikan keterangan kepada penyidik di Mabes Polri. ETH dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Laporan mereka juga sudah diterima oleh penyidik dan tercatat dengan nomor STTL/196/IV/2025/BARESKRIM.

Direktorat Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA)-Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri memberikan asistensi terhadap kasus ini. Bantuan berupa rujukan ahli pidana diberikan agar kasus ini segera diusut tuntas oleh Polda Metro Jaya, dengan harapan segera menetapkan tersangka.

Sebelumnya, ETH juga telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 oleh dua orang korban lainnya, RZ dan DF. Namun, hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus ini.