Pembongkaran Paksa Hibisc Fantasy: Konsekuensi Pelanggaran Izin dan Alih Fungsi Lahan di Puncak Bogor

Pembongkaran Paksa Hibisc Fantasy: Konsekuensi Pelanggaran Izin dan Alih Fungsi Lahan di Puncak Bogor

Kawasan Puncak, Bogor kembali menjadi sorotan menyusul pembongkaran paksa objek wisata Hibisc Fantasy oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat dan Kabupaten Bogor pada Kamis, 6 Maret 2025. Aksi tegas ini merupakan konsekuensi langsung dari pelanggaran izin dan alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pengelola, PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ).

Hibisc Fantasy, yang berada sekitar 14 kilometer tenggara Istana Kepresidenan Cipanas, Cianjur, terbukti telah melakukan ekspansi lahan secara ilegal. Meskipun awalnya hanya memiliki izin pengelolaan lahan seluas 4.800 meter persegi, area operasional objek wisata tersebut telah membengkak hingga mencapai 15.000 meter persegi. Hal ini dikonfirmasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang menegaskan komitmennya untuk menertibkan alih fungsi lahan di kawasan Puncak tanpa pandang bulu, termasuk terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sekalipun. "Perintah saya bongkar mulai hari ini," tegas Dedi Mulyadi, menggarisbawahi keseriusan pemerintah daerah dalam menegakkan aturan.

Bukti pelanggaran ini terungkap melalui citra satelit Google Earth. Perbandingan citra satelit pada 26 Juli 2020 dan 19 Juli 2023 menunjukkan perubahan drastis di lokasi tersebut. Yang tadinya kebun teh dengan beberapa warung tenda di pinggir jalan, kini telah berubah menjadi area wisata Hibisc Fantasy yang dibangun secara besar-besaran. Citra satelit juga merekam aktivitas pembangunan yang melibatkan alat berat dan pemasangan pagar seng, yang mengindikasikan pembangunan yang dilakukan secara terencana dan tidak sesuai perizinan. Hingga saat ini, belum tersedia citra satelit terbaru yang merekam kondisi pasca pembongkaran.

Langkah pembongkaran ini sebenarnya telah diantisipasi sejak pertengahan tahun 2024. PT Jaswita, induk perusahaan JLJ, telah meminta JLJ untuk membongkar sendiri bangunan yang tidak berizin. Namun, rencana tersebut tertunda karena kendala biaya. Direktur PT Jaswita, Wahyu Nugroho, menjelaskan bahwa meski pembongkaran tertunda, operasional Hibisc Fantasy telah dihentikan sejak diminta untuk dilakukan pembongkaran. "Permintaan pembongkaran tersebut belum dilaksanakan sampai dengan saat ini karena alasan kerumitan dan besarnya biaya pembongkaran. Namun JLJ tidak mengoperasikan wahana yang tidak berijin tersebut," jelas Wahyu.

Gubernur Dedi Mulyadi juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas kejadian ini dan menegaskan komitmen pemerintah untuk mengembalikan fungsi lahan di kawasan Puncak sesuai peruntukannya. Ia menekankan pentingnya menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran bagi semua pihak, bahwa penegakan hukum akan diterapkan secara konsisten, tanpa terkecuali. Lebih lanjut, Gubernur Dedi Mulyadi juga menginstruksikan PT Jaswita untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anak perusahaannya dan mengarahkan pengembangan pariwisata yang lebih ramah lingkungan ke depannya.

Kasus Hibisc Fantasy ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat terhadap pembangunan dan pengelolaan lahan, khususnya di kawasan wisata yang rentan terhadap alih fungsi lahan ilegal. Penertiban tegas yang dilakukan pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Ke depannya, diharapkan akan ada peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif untuk menjaga kelestarian lingkungan dan tata ruang di wilayah Puncak Bogor.