Indonesia Optimis Jadi Garda Depan Ketahanan Pangan Global Berkat Surplus Beras

markdown Indonesia menunjukkan kesiapan untuk berperan aktif dalam menjaga ketahanan pangan global, didorong oleh surplus produksi beras yang signifikan. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengungkapkan bahwa data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga April 2025 menunjukkan produksi gabah nasional mencapai 13,9 juta ton. Sementara itu, konsumsi beras domestik tercatat sekitar 10,37 juta ton, menghasilkan surplus yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Wamentan Sudaryono menegaskan bahwa fokus Indonesia tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pangan domestik, tetapi juga memiliki visi untuk berkontribusi secara global. Hal ini disampaikan dalam acara International Fertilizer Producers Event di Bali. Menurutnya, keberhasilan program penyediaan air melalui pompanisasi dan pipanisasi telah memungkinkan petani untuk meningkatkan frekuensi penanaman menjadi dua hingga tiga kali setahun. Program ini telah berhasil mengairi lebih dari 2 juta hektar lahan, yang berdampak signifikan pada peningkatan produktivitas pertanian.

Peningkatan Produktivitas dan Peran Bulog

"Indeks pertanaman Indonesia meningkat. Ini berarti produktivitas lahan juga naik. Satu kali tanam dalam setahun kini bisa menjadi dua hingga tiga kali. Ini capaian luar biasa," ungkapnya.

Dengan peningkatan produktivitas ini, Indonesia semakin optimis untuk mencapai swasembada beras. Badan Urusan Logistik (Bulog) telah menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton pada April 2025. Jika target ini tercapai, Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor beras. Bulog juga memiliki peran penting dalam menjaga pasokan dan produksi beras di tengah krisis yang dialami oleh beberapa negara.

Perhatian pada Pupuk Sebagai Pilar Ketahanan Pangan

Wamentan Sudaryono, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog, menekankan pentingnya pupuk dalam menjaga ketahanan pangan global, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan pertumbuhan populasi dunia. Pupuk bukan hanya sekadar input pertanian, tetapi juga elemen kunci untuk mencapai hasil pertanian yang optimal. Ia menjelaskan bahwa tanpa pupuk, benih dan air saja tidak cukup untuk menghasilkan produksi yang memadai.

Reformasi Distribusi Pupuk dan Kolaborasi Global

Wamentan Sudaryono menceritakan pengalamannya saat awal menjabat, di mana ia menerima ribuan pesan dari petani yang menyampaikan keluhan dan harapan. Salah satu masalah utama yang diungkapkan adalah terkait distribusi pupuk bersubsidi yang kompleks dan lambat. Sebelumnya, distribusi pupuk subsidi terhambat oleh birokrasi yang melibatkan banyak aturan dan lembaga.

Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi dengan menyederhanakan sistem distribusi pupuk, yang kini hanya melibatkan tiga pihak: Kementerian Pertanian (Kementan), Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dan petani. Hasilnya, distribusi menjadi lebih cepat dan tepat sasaran, petani kembali aktif menanam, konsumsi pupuk meningkat, dan produksi pangan nasional mencatat rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka.

Ia mengajak seluruh negara dan perusahaan untuk bekerja sama dalam menjamin ketersediaan bahan baku pupuk dan mendorong inovasi teknologi pupuk yang ramah lingkungan. Indonesia terbuka untuk kolaborasi dengan siapa pun, dari negara mana pun. Kolaborasi global adalah kunci masa depan pertanian dunia.

Wamentan Sudaryono juga mengajak para peserta acara untuk berdialog dan membuka ruang kerja sama langsung. Ia menyatakan kesiapannya untuk berdiskusi dan menjadikan pertemuan ini sebagai awal dari kerja sama nyata untuk pertanian dunia yang lebih berkelanjutan.