Sengketa Pilkada Berlanjut: PSU Digugat Kembali ke Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali disibukkan dengan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, meski sejumlah daerah telah melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) sesuai dengan putusan MK sebelumnya. Ironisnya, hasil PSU di beberapa wilayah tersebut justru kembali menjadi objek gugatan di MK.
Sidang pendahuluan sengketa Pilkada jilid II ini telah dimulai pada Jumat, 25 April 2025. Salah satu perkara yang disidangkan adalah sengketa hasil Pilkada Puncak Jaya yang diajukan oleh pasangan calon Bupati-Wakil Bupati nomor urut 2, Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga. Melalui kuasa hukumnya, Imam Nasef, pasangan Miren-Mendi meminta MK untuk memerintahkan KPU melakukan rekapitulasi ulang di Puncak Jaya. Mereka menduga adanya pelanggaran dan kejadian khusus selama Pilkada berlangsung, termasuk status calon Wakil Bupati nomor urut 1, Mus Kogoya, yang diduga masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif saat pemilihan.
Imam Nasef juga menyoroti tindakan KPU yang dianggap keliru dalam menindaklanjuti putusan MK sebelumnya. Menurutnya, MK memerintahkan rekapitulasi ulang di 22 distrik di Puncak Jaya, namun KPU hanya melakukan rekapitulasi di tingkat kabupaten. Mereka menganggap proses rekapitulasi ulang tersebut terkesan terburu-buru dan meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 261 Tahun 2025 serta mendiskualifikasi Mus Kogoya sebagai calon wakil bupati.
Selain Puncak Jaya, sengketa hasil Pilkada juga terjadi di Barito Utara. Pasangan calon Gogo-Hendro melalui kuasa hukumnya, Ali Nurdin, menggugat hasil Pilkada dengan dalih adanya praktik politik uang (money politic) yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh pasangan Akhmad-Sastra. Mereka mengklaim bahwa pembagian uang kepada pemilih mencapai Rp 16 juta per orang, yang disebut sebagai rekor tertinggi dalam sejarah pemilu di Indonesia. Mereka juga menuding keterlibatan Nadalsyah, Bupati Barito Utara periode 2013-2023 yang juga ayah dari calon bupati Akhmad Nadalsyah, dalam praktik tersebut.
Pasangan Gogo-Hendro meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 16 Tahun 2025 dan menetapkan mereka sebagai pemenang Pilkada. Mereka juga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Akhmad-Sastra.
Sengketa serupa juga terjadi di Banggai. Kuasa hukum pasangan calon nomor urut 2, Herwin Yatim dan Hepy Yeremia Manapo, Wakil Kamal, menuding Bupati dan Wakil Bupati Banggai petahana, Amirudin Tamoreka dan Furqanuddin Masulili, memanfaatkan kegiatan pengajian dan santunan anak yatim untuk kampanye terselubung. Mereka menuding penggunaan APBD dalam kegiatan tersebut sebagai bentuk pelanggaran.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mempertanyakan status cuti Amirudin saat menghadiri acara tersebut. KPU Banggai menyatakan bahwa petahana tidak diwajibkan cuti karena PSU tidak dimulai dari tahapan kampanye. Saldi Isra menilai keputusan KPU tersebut aneh dan meminta penjelasan lebih lanjut.
Pasangan Herwin Yatim dan Hepy Yeremia Manapo meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Banggai Nomor 17 Tahun 2025 dan memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS Kabupaten Banggai tanpa melibatkan pasangan Amirudin dan Furqanuddin Masulili.
Selain ketiga daerah tersebut, terdapat pula gugatan terkait Pilkada Banjarbaru yang diajukan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan dan Udiansyah. Kedua gugatan ini belum diregister oleh MK.
Gugatan Pilkada Banjarbaru sebelumnya diajukan karena adanya calon yang telah didiskualifikasi namun masih tercantum dalam surat suara, sehingga MK memerintahkan pilkada ulang dengan surat suara baru.