Edukasi Keluarga Garda Depan Vaksinasi: Kisah Pasangan Muda Lawan Misinformasi Imunisasi
Menepis Kabar Buruk, Mengutamakan Kesehatan Buah Hati
Menjadi orang tua adalah perjalanan tanpa akhir yang penuh pembelajaran dan tanggung jawab. Setiap keputusan yang diambil untuk anak, seringkali diiringi keraguan dan pertanyaan. Namun, ada momen ketika keyakinan akan pilihan terbaik muncul, terutama terkait kesehatan. Nabila (27) dan Raditya (28), pasangan muda yang baru dua tahun menikah, merasakan hal ini setelah kehadiran putri mereka, Namira, yang kini berusia enam bulan.
Sebagai orang tua baru, Nabila dan Raditya menyadari bahwa pemahaman tentang imunisasi menjadi sangat penting. Masa depan kesehatan Namira ada di tangan mereka. Nabila, dengan kesadarannya akan pentingnya imunisasi, berupaya meyakinkan Raditya yang awalnya memiliki pandangan berbeda. Raditya merasa ragu, mempertanyakan urgensi vaksinasi dan dampaknya bagi tubuh Namira.
"Saya bukan tidak setuju sepenuhnya. Hanya saja, saya bertanya-tanya, apakah vaksinasi benar-benar diperlukan? Bukankah tubuh memiliki kemampuan alami untuk melawan virus?" ujar Raditya. Keraguannya muncul karena pemahaman bahwa imunisasi melibatkan penyuntikan bakteri atau virus yang dilemahkan ke dalam tubuh.
Dialog dan Informasi yang Membangun Keyakinan
Raditya menyadari perannya sebagai kepala keluarga. Ia melihat keinginan istrinya untuk memberikan imunisasi lengkap kepada Namira, sementara dirinya masih menyimpan keraguan. Bidan yang membantu persalinan telah menjelaskan berbagai jenis vaksin, potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), dan manfaat imunisasi. Nabila, memahami karakter suaminya, memilih pendekatan persuasif. Ia memberikan informasi lengkap tentang imunisasi, menyadari bahwa Raditya hanya membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam.
"Bidan Namira merekomendasikan imunisasi. Saya percaya pada ahlinya. Daripada berdebat, lebih baik ikuti saran tersebut," kata Raditya.
Menghadapi Kekhawatiran Pasca-Imunisasi
Setelah imunisasi, kekhawatiran Raditya beralih pada KIPI. Sebagai seorang ayah, ia tidak ingin Namira mengalami efek samping yang merugikan. Ia tahu bahwa KIPI dapat bervariasi, dari yang ringan seperti demam dan nyeri otot, hingga yang berat seperti kejang dan penurunan trombosit yang memerlukan penanganan medis segera.
"Alhamdulillah, Namira tidak mengalami masalah serius. Hanya sedikit hangat badannya," ungkap Raditya.
Saat ini, Namira telah menerima beberapa vaksin, termasuk BCG, DPT, Polio, PCV, dan Rotavirus. Nabila dan Raditya berkomitmen untuk terus menjaga kesehatan putri mereka dan sepakat untuk memberikan yang terbaik terkait imunisasi lanjutan.
Peran Keluarga dalam Melawan Disinformasi
Pasangan ini menyadari bahwa di sekitar mereka, masih banyak orang tua yang terpengaruh oleh disinformasi tentang imunisasi. Raditya berharap Kementerian Kesehatan terus melakukan sosialisasi dengan data yang jelas tentang perbedaan tingkat kekebalan tubuh antara anak yang diimunisasi dan yang tidak.
"Kami butuh bukti konkret bahwa imunisasi benar-benar meningkatkan kekebalan tubuh. Ada saudara saya yang anaknya sudah diimunisasi lengkap, tapi tetap terkena penyakitnya," jelas Raditya.
Perang Melawan Informasi Sesat
Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, mengatakan bahwa tantangan terbesar saat ini bukan lagi distribusi vaksin atau akses fasilitas kesehatan, tetapi melawan narasi yang salah tentang imunisasi. Informasi palsu dan menyesatkan dapat menimbulkan keraguan, ketakutan, dan penolakan terhadap imunisasi.
Data WHO tahun 2023 menunjukkan bahwa 14,5 juta anak di dunia belum mendapatkan imunisasi dasar. Indonesia telah menunjukkan kemajuan dengan penurunan jumlah anak yang belum diimunisasi dari 1,1 juta pada 2021 menjadi 662 ribu pada 2023. Namun, Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah anak yang belum diimunisasi tertinggi keenam di dunia.
"Imunisasi adalah salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang sangat efektif dan efisien. Jutaan anak telah terselamatkan dari penyakit, kecacatan, dan kematian berkat imunisasi," kata dr. Prima.
"Imunisasi bukan hanya melindungi individu, tetapi juga menciptakan kekebalan komunitas. Anak yang diimunisasi menjadi perisai bagi mereka yang tidak bisa diimunisasi karena kondisi kesehatan tertentu," tutup dr. Prima.