Prioritaskan Kesejahteraan Rakyat, Gubernur Jawa Barat Tunda Sementara Hibah Pesantren

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah kontroversial dengan menunda sementara penyaluran dana hibah untuk pesantren. Keputusan ini diambil sebagai bentuk realokasi anggaran untuk memprioritaskan kebutuhan mendasar masyarakat Jawa Barat. Meskipun menuai kritik dari sejumlah anggota DPRD, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya siap menghadapi konsekuensi demi kesejahteraan rakyat.

Realokasi Anggaran untuk Kebutuhan Vital

Menurut Dedi Mulyadi, penundaan hibah pesantren ini merupakan bagian dari upaya efisiensi anggaran daerah. Sebelumnya, anggaran untuk berbagai pos, termasuk anggaran gubernur dan beberapa dinas, telah dipangkas untuk dialihkan ke sektor-sektor yang lebih vital bagi masyarakat. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat terpenuhi.

"Anggaran untuk gubernur dipangkas, demikian juga dinas-dinas. Itu dilakukan agar ada alokasi untuk kebutuhan mendasar masyarakat, seperti jalan, rumah, listrik, dan penanganan bencana hingga bantu korban penggusuran," jelasnya.

Dana yang dialihkan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat, seperti perbaikan infrastruktur jalan, penyediaan perumahan yang layak, akses listrik, penanggulangan bencana alam, dan bantuan bagi korban penggusuran. Dedi Mulyadi menekankan bahwa kebutuhan ini harus dipahami oleh semua pihak.

Kritik DPRD dan Prinsip Kehati-hatian

Keputusan Dedi Mulyadi ini tidak luput dari kritik anggota DPRD Jawa Barat. Namun, ia mempertanyakan reaksi keras tersebut, terutama karena anggaran DPRD tidak terpengaruh oleh realokasi ini. Dedi Mulyadi menduga bahwa seharusnya kepala dinas yang merasa keberatan karena anggaran mereka dipangkas.

Selain itu, Dedi Mulyadi juga menekankan bahwa penundaan hibah ini didasari oleh prinsip kehati-hatian. Ia mengungkapkan adanya data yang tidak valid dan tidak rasional dalam kebijakan hibah sebelumnya. Beberapa yayasan baru yang tidak jelas menerima hibah, dan penyebaran dana hibah cenderung menumpuk di wilayah tertentu, seperti Tasikmalaya dan Garut. Hal ini dinilai tidak memenuhi rasa keadilan.

Evaluasi dan Transparansi

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa penundaan ini bukanlah penghapusan. Dana hibah akan dialokasikan kembali melalui APBD perubahan yang direncanakan pada Juli mendatang. Ia ingin memastikan bahwa dana hibah benar-benar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.

"Saya tidak mau jadi gubernur konyol, menandatangani SK hibah yang saya sendiri tidak yakin kebenarannya. Dana hibah itu ditunda, bukan dihapus. Saya butuh waktu untuk verifikasi agar benar-benar tepat sasaran," tegasnya.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti potensi penyalahgunaan dana hibah di masa lalu. Ia bahkan menyatakan siap membuka data hibah sebelumnya jika terus diserang terkait penundaan ini. Langkah ini diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran publik.

Reaksi DPRD Jawa Barat

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, mengkritik keputusan Dedi Mulyadi. Ia menilai bahwa keputusan tersebut mengabaikan aspirasi publik dan mencederai semangat kolaborasi. Ono Surono menyayangkan penghapusan sejumlah usulan masyarakat dalam APBD tanpa pembahasan bersama DPRD, termasuk bantuan kepada organisasi kemasyarakatan dan usulan dari kabupaten/kota. Ia juga menambahkan jika memang ada lembaga penerima yang dinilai tidak layak, maka semestinya dilakukan verifikasi, bukan langsung mencoret tanpa melibatkan DPRD atau pihak pesantren.

Terlepas dari kritik yang ada, Dedi Mulyadi bertekad untuk terus memprioritaskan kepentingan rakyat Jawa Barat. Ia siap menghadapi segala konsekuensi demi memastikan bahwa anggaran publik digunakan secara efektif dan efisien untuk kesejahteraan masyarakat.

"Saya lebih baik dicaci maki DPRD, tapi kebijakan saya tepat dan benar. Saya melakukan ini demi kebaikan bersama," tutupnya.