Polemik Usulan Pencopotan Gibran: Reaksi Istana, Sikap Purnawirawan, dan Tanggapan MPR

Polemik Usulan Pencopotan Gibran: Reaksi Istana, Sikap Purnawirawan, dan Tanggapan MPR

Wacana mengenai potensi pencopotan Gibran Rakabuming Raka dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI terus bergulir, menyusul desakan yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI-Polri kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Usulan tersebut memicu perdebatan publik mengenai batasan kewenangan lembaga negara serta dinamika politik yang berkembang pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, memberikan tanggapan atas usulan tersebut, menggarisbawahi bahwa Presiden Prabowo Subianto menghormati aspirasi yang disampaikan oleh Forum Purnawirawan TNI-Polri. Meskipun demikian, Prabowo menyadari pentingnya memahami batasan kewenangan dalam sistem pemerintahan yang menganut prinsip trias politika.

Wiranto menekankan bahwa sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Prabowo memiliki kekuasaan yang terbatas. Dalam sistem trias politika, terdapat pemisahan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang masing-masing memiliki ranah kewenangan tersendiri. Presiden, kata Wiranto, tidak akan mengambil keputusan hanya berdasarkan satu sumber informasi, melainkan akan mempertimbangkan berbagai aspek dan sumber yang relevan.

Forum Purnawirawan TNI-Polri, yang terdiri dari sejumlah tokoh senior termasuk ratusan purnawirawan jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel, telah menyampaikan delapan poin usulan kepada MPR. Selain usulan pencopotan Gibran, forum ini juga menyoroti isu-isu lain seperti penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan tenaga kerja asing, serta usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan pergantian Wakil Presiden yang diajukan kepada MPR, didasarkan pada dugaan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Usulan ini kemudian memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk adik Gibran, Kaesang Pangarep, yang juga Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Kaesang menekankan bahwa Presiden dan Wakil Presiden telah dipilih langsung oleh rakyat melalui proses pemilihan yang sah sesuai dengan konstitusi. Ia menolak untuk memberikan komentar lebih jauh mengenai usulan para purnawirawan TNI, dan menegaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden sudah sesuai dengan konstitusi.

Sementara itu, Ketua MPR Ahmad Muzani menyatakan bahwa dirinya telah mendengar usulan Forum Purnawirawan TNI-Polri, namun belum mempelajarinya lebih jauh. Muzani menjelaskan bahwa dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, masyarakat memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Kemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024 telah disahkan oleh KPU dan dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Muzani menegaskan bahwa pelantikan Prabowo sebagai Presiden dan Gibran sebagai Wakil Presiden telah dilaksanakan sesuai dengan proses konstitusional yang berlaku. Ia juga menyinggung mengenai aturan soal pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diatur dalam Pasal 7B UUD 1945, yang mensyaratkan adanya usul dari DPR kepada MPR dengan terlebih dahulu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres.

Proses ini memerlukan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Setelah MK menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wapres terbukti melakukan pelanggaran tersebut, DPR dapat meneruskan usul pemberhentian kepada MPR. MPR kemudian wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul tersebut paling lambat 30 hari sejak diterima. Keputusan MPR harus diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.