Indonesia Pertimbangkan Deregulasi Guna Redam Potensi Tarif Impor dari AS

Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan langkah deregulasi sebagai bagian dari strategi negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait potensi penerapan tarif impor resiprokal. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah membuka peluang untuk mencabut atau memodifikasi sejumlah regulasi yang dianggap menghambat perdagangan dan investasi.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa pendekatan AS dalam negosiasi tidak hanya terbatas pada hambatan tarif, tetapi juga mencakup regulasi dan prosedur yang dianggap memberatkan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan meninjau kembali regulasi-regulasi yang ada untuk dievaluasi efektivitasnya. Pertimbangan utama dalam deregulasi ini adalah untuk meningkatkan daya saing industri nasional dan menarik investasi, bukan semata-mata sebagai konsesi kepada AS.

"Deregulasi ini untuk mengurangi beban dan halangan-halangan bagi private sector untuk bisa berbisnis, jadi tidak ditujukan untuk satu negara seperti AS," ujar Sri Mulyani dalam sebuah konferensi pers. Ia menambahkan bahwa tim deregulasi akan terus membahas hal ini bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menurut Sri Mulyani, penyederhanaan regulasi akan memberikan kepastian hukum dan dampak positif bagi daya saing industri. Kementerian Keuangan akan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk memperbaiki dan membenahi berbagai regulasi.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah AS mengapresiasi respons cepat Indonesia dalam melakukan negosiasi. Proposal yang diajukan Indonesia juga disambut baik untuk dibahas lebih lanjut di tingkat teknis.

"Secara keseluruhan pemerintah AS mengapresiasi strategi dan pendekatan, serta proposal yang diusulkan oleh Indonesia dan kedua pihak menyetujui proses yang lebih intensif di tingkat teknis," kata Airlangga.

Airlangga menambahkan bahwa Indonesia telah menandatangani non-disclosure agreement (NDA) dengan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), menandakan bahwa Indonesia telah memasuki fase negosiasi awal bersama 20 negara lainnya.

Pemerintah Indonesia akan melakukan pendekatan dan konsultasi internal dengan para pemangku kepentingan dalam negeri sambil terus berkomunikasi dengan pihak AS untuk melanjutkan proses negosiasi di tingkat teknis. Upaya pendekatan Indonesia telah diterima dan diapresiasi oleh USTR, Departemen Perdagangan AS, dan Departemen Keuangan AS.

Sri Mulyani menuturkan bahwa proposal yang diajukan Indonesia termasuk yang paling lengkap, detail, dan paling awal disampaikan, sehingga menjadi modal penting dalam proses perundingan ini. Ia juga mengungkapkan bahwa karakter Presiden AS saat itu, Donald Trump, cenderung memberikan keuntungan kepada negara yang pertama kali melakukan negosiasi.

Meski demikian, Sri Mulyani menekankan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Trump. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia akan terus berupaya untuk berkomunikasi dan menyampaikan proposal yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

Langkah-langkah yang diambil Indonesia ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi potensi dampak negatif dari kebijakan perdagangan AS dan berupaya untuk menjaga kepentingan ekonomi nasional.