Pedagang Pasar Pagi Salatiga Bersatu Tolak Relokasi ke Pasar Rejosari
Ratusan pedagang Pasar Pagi Salatiga menggelar aksi protes serempak pada hari Sabtu, 26 April 2025, sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pemindahan mereka ke Pasar Rejosari. Aksi ini ditandai dengan penggunaan pakaian serba hitam dan pembentangan spanduk bertuliskan #savepasarpagi.
Para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pedagang Pasar Pagi Salatiga, telah menempati pelataran Pasar Raya I sejak tahun 1997. Sekretaris paguyuban, Reni Mulyaningsih, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 863 pedagang yang terorganisir dalam delapan kelompok berdasarkan jenis barang dagangan. Mereka merasa keberatan dengan rencana relokasi tersebut.
Salah satu alasan penolakan adalah kekhawatiran mengenai fasilitas di lokasi baru. Pedagang mempertanyakan kesiapan infrastruktur seperti penerangan yang memadai, lahan parkir yang luas, keamanan yang terjamin, serta ketersediaan fasilitas ibadah dan sanitasi yang layak. Saat ini, paguyuban secara mandiri mengelola 60 titik lampu untuk penerangan di area mereka berjualan.
Selain itu, pedagang juga khawatir akan munculnya pasar pagi baru di lokasi lama setelah mereka dipindahkan. Mereka khawatir hal ini akan semakin merugikan mereka. Kekompakan pedagang dalam menolak relokasi ini ditegaskan oleh Abdul Azis, seorang pedagang Pasar Pagi. Ia menyatakan bahwa seluruh pedagang sepakat untuk menolak pemindahan ke Pasar Rejosari, yang dinilai tidak cukup luas untuk menampung seluruh pedagang dan memiliki area parkir yang terbatas.
Keresahan lain yang disuarakan oleh pedagang adalah mengenai keberadaan pedagang tidak berizin yang berjualan di area Pasar Raya I. Menurut Reni Mulyaningsih, terdapat sekitar 140 pedagang yang tidak memiliki izin resmi dan tidak membayar retribusi, namun tetap dibiarkan berjualan, bahkan di lokasi yang lebih strategis. Hal ini dianggap sebagai persaingan tidak sehat yang merugikan pedagang resmi yang taat membayar retribusi. Reni juga menyoroti kenaikan retribusi sebesar 100 persen pada tahun 2025, yang menambah beban para pedagang.
Menanggapi aksi protes tersebut, Kepala Dinas Perdagangan Kota Salatiga, Kusumo Aji, menjelaskan bahwa pemindahan pedagang Pasar Pagi merupakan bagian dari program kerja Wali Kota Salatiga untuk menata kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Ia mengakui bahwa keberadaan Pasar Pagi seringkali menjadi penyebab kemacetan dan pelanggaran jam berjualan. Kusumo Aji juga menyatakan bahwa revitalisasi Pasar Raya I dan II akan segera dilakukan, sehingga pemindahan pedagang Pasar Pagi diharapkan dapat memperlancar proses pembangunan. Pihaknya berjanji akan kembali melakukan sosialisasi dan diskusi dengan seluruh pihak terkait, termasuk pedagang dan warga di sekitar Pasar Rejosari.
Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi perhatian pedagang:
- Penolakan Relokasi: Pedagang Pasar Pagi dengan tegas menolak rencana pemindahan ke Pasar Rejosari.
- Kesiapan Fasilitas: Kekhawatiran mengenai fasilitas yang memadai di lokasi baru, seperti penerangan, parkir, keamanan, musala, dan toilet.
- Persaingan Tidak Sehat: Keberadaan pedagang tidak berizin yang berjualan tanpa membayar retribusi.
- Kenaikan Retribusi: Kenaikan retribusi sebesar 100 persen pada tahun 2025.
- Potensi Pasar Baru: Kekhawatiran akan munculnya pasar pagi baru di lokasi lama setelah relokasi.
- Kemacetan dan Pelanggaran Jam Jualan: Alasan pemerintah kota untuk memindahkan pedagang.
- Revitalisasi Pasar Raya: Rencana revitalisasi Pasar Raya I dan II sebagai alasan pendukung relokasi.
- Kurangnya Sosialisasi: Pedagang merasa kurang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
Aksi protes ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dan dialog yang efektif antara pemerintah kota dan pedagang dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan para pedagang Pasar Pagi Salatiga.