WNA Terdakwa Kekerasan di Batam Bebas Berkeliaran, Korban Merasa Diancam
Korban Penganiayaan di Batam Hidup dalam Ketakutan Akibat Pelaku Tidak Dideportasi
Seorang wanita muda berinisial IRS (20), warga Batam, mengungkapkan kekecewaannya setelah mengetahui pria Warga Negara Asing (WNA) asal China yang diduga melakukan penganiayaan terhadap dirinya, dengan inisial Mr. CS, tidak jadi dideportasi dan masih bebas bekerja di Batam. Keluarga IRS mengungkapkan bahwa kondisi psikologis korban masih sangat terganggu dan kini hidup dalam ketakutan.
"Korban masih sangat trauma, bahkan ia merasa tidak aman untuk keluar rumah. Apalagi setelah mengetahui pelaku masih bebas dan bekerja di Batam," ujar Butong, salah satu anggota keluarga IRS, kepada awak media.
Peristiwa dugaan penganiayaan ini terjadi pada 26 Februari 2025 di sebuah apartemen yang terletak di kawasan Teluk Tering, Batam. Setelah insiden tersebut, IRS melaporkan kejadian yang menimpanya ke pihak kepolisian dan menjalani visum sebagai bukti kekerasan fisik yang dialaminya. Awalnya, kasus ini diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), dengan harapan pelaku akan segera dideportasi dari Indonesia.
Pihak Imigrasi Batam sebelumnya telah menyampaikan bahwa izin tinggal CS akan dicabut dan yang bersangkutan akan dideportasi ke negara asalnya. Akan tetapi, faktanya, CS justru terlihat kembali bekerja di Batam dengan menggunakan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). "Dulu pihak Imigrasi berjanji akan mencabut izin tinggalnya dan mendeportasi pelaku. Tapi kenyataannya sekarang dia masih bekerja seperti biasa di Batam," imbuh Butong dengan nada geram.
Keluarga Korban Demo, Imigrasi Klaim Tak Ada Pelanggaran
Kekecewaan yang mendalam dari keluarga korban berujung pada aksi demonstrasi yang menuntut pihak Imigrasi dan instansi terkait untuk segera mengambil tindakan tegas. Mereka mendesak agar CS dideportasi secara permanen dan dicekal untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
Ketidakjelasan status hukum CS ini juga memicu aksi demonstrasi di halaman Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam pada Senin (21/4/2025) lalu. Massa yang hadir dalam aksi tersebut juga menuntut pencopotan Kepala Kantor Imigrasi Batam, Hajar Aswad, karena dinilai tidak serius dalam menangani kasus ini.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Imigrasi Batam, Kharisma Rukmana, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, tidak ditemukan adanya pelanggaran keimigrasian yang dilakukan oleh CS. “Kami sudah melakukan tahap mediasi dengan perwakilan demonstran. Kami menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran keimigrasian, karena sudah ada surat SP3 terkait kasus CS. Kami juga sudah melakukan pemeriksaan, dan ternyata memang tidak ada pelanggaran keimigrasian,” jelas Kharisma.
Korban Merasa Terancam dan Tidak Mendapatkan Perlindungan
IRS merasa keselamatannya terancam setelah mengetahui bahwa CS kembali ke Batam hanya beberapa hari setelah sempat dideportasi ke Singapura. IRS yang telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian merasa bahwa langkah perlindungan terhadap dirinya tidak maksimal.
Pada Senin (17/3/2025), IRS bersama keluarga dan kuasa hukumnya, Rolas Sitinjak, mendatangi Kantor Imigrasi Batam untuk menyampaikan protes secara langsung. "Padahal yang kami lihat pihak Imigrasi telah menggelar konferensi pers pada Rabu (12/3/2025) lalu dan menyampaikan keputusan akan mendeportasi pelaku. Namun hingga kini pencekalan belum dilakukan," ujar Rolas.
Menurut Rolas, meskipun perkara penganiayaan telah diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice, deportasi dan pencekalan terhadap pelaku tetap perlu dilakukan untuk menjaga rasa aman korban dan memberikan efek jera. "Kami sangat kecewa karena tidak ada tindak lanjut terhadap pelaku. Korban dibiarkan hidup dalam ketakutan, sementara pelaku bisa bebas kembali seperti tidak terjadi apa-apa," tegas Rolas.
Keluarga korban berharap pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan tegas untuk melindungi IRS dan memastikan keadilan ditegakkan.