Distribusi Wisatawan yang Tidak Merata Ancam Keseimbangan Pariwisata Bali

Bali, yang menyandang predikat destinasi terbaik dunia kedua versi Traveler's Choice Awards 2025, menghadapi tantangan serius terkait distribusi wisatawan yang tidak merata. Sementara wilayah selatan Bali mengalami kepadatan yang luar biasa, daerah lain seperti Karangasem, Bangli, dan Tabanan masih memiliki kapasitas untuk menampung lebih banyak pengunjung. Fenomena ini memunculkan istilah "over concentrate," yang menggambarkan penumpukan aktivitas pariwisata di wilayah tertentu.

Akar Masalah "Over Concentrate"

Beberapa faktor menjadi penyebab utama terjadinya over concentrate di Bali Selatan. Branding pariwisata yang kuat, aksesibilitas yang mudah, serta ketersediaan akomodasi dan fasilitas yang lengkap (4A: Attraction, Accesibility, Accommodation, dan Amenities) menjadikan wilayah ini magnet bagi wisatawan. Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Badung menjadi pintu gerbang utama bagi wisatawan mancanegara, yang kemudian berpusat di Bali Selatan.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Bali menerima 6,3 juta wisatawan mancanegara, hampir sama dengan angka sebelum pandemi COVID-19 pada tahun 2019. Selain itu, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung ke Bali, mencapai 22,64 juta perjalanan pada tahun 2024. Namun, sebagian besar wisatawan ini memilih untuk menghabiskan waktu mereka di Bali Selatan.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali berpendapat bahwa Bali Selatan tidak mengalami overtourism, melainkan over concentrate. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Kabupaten Badung menerima 6,7 juta perjalanan wisatawan nusantara pada tahun 2024, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain seperti Bangli dan Karangasem.

Kemacetan lalu lintas menjadi salah satu konsekuensi dari over concentrate ini. Jumlah kendaraan yang terdaftar di Bali mencapai 5,31 juta pada tahun 2024, dengan sepeda motor mendominasi. Denpasar dan Badung mencatat jumlah kendaraan bermotor tertinggi, yang memperparah kemacetan di wilayah tersebut.

Selain itu, sebagian besar akomodasi di Bali terkonsentrasi di Bali Selatan. Dari 593 hotel bintang yang tercatat pada tahun 2024, 70 persen berada di Kabupaten Badung. Hal ini juga berlaku untuk hotel non-bintang, yang mana 32 persennya berlokasi di Kabupaten Badung.

Ketimpangan ekonomi antar wilayah juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan ketimpangan dan keberagaman aktivitas ekonomi antara wilayah Bali Utara dan Bali Selatan, yang dipengaruhi oleh belanja modal dan fungsi pariwisata.

Menuju Pariwisata yang Berkelanjutan

Untuk mengatasi masalah over concentrate dan mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan, Bali perlu melakukan pembenahan yang komprehensif. Kebijakan konstruktif yang melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, dan wisatawan sangat diperlukan.

Belajar dari pengalaman negara lain seperti Barcelona dan Venesia, Bali dapat menerapkan langkah-langkah seperti pembatasan izin akomodasi, pengelolaan lalu lintas, dan kampanye kesadaran wisatawan.

Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2025 tentang Tatanan Baru Bagi Wisatawan Asing sebagai langkah awal untuk menata pariwisata Bali. Aturan ini bertujuan untuk menciptakan pariwisata yang berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat.

Keseimbangan antara wisatawan, budaya lokal, dan seluruh wilayah Bali perlu dijaga agar Bali tetap menjadi destinasi kelas dunia.