LBH Jakarta Ajukan Gugatan Class Action Terhadap Pertamina: Mencari Keadilan, Bukan Kemenangan Semata

LBH Jakarta Ajukan Gugatan Class Action Terhadap Pertamina: Mencari Keadilan, Bukan Kemenangan Semata

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengambil langkah hukum strategis dengan mengajukan gugatan class action terhadap PT Pertamina (Persero) terkait dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax periode 2018-2023. Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menekankan bahwa gugatan ini bukanlah semata-mata untuk mengejar kemenangan di pengadilan, melainkan untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang dirugikan. “Tujuan utama kami adalah mencapai keadilan, yang bentuknya bisa beragam dan tidak selalu berupa putusan pengadilan yang menguntungkan,” ujar Fadhil dalam wawancara dengan Kompas.com, Kamis (6/3/2025).

Pengalaman LBH Jakarta pada awal tahun 2000-an memberikan perspektif penting dalam strategi ini. Saat itu, gugatan class action yang diajukan untuk membela buruh migran Indonesia yang dideportasi massal dari Malaysia berakhir dengan kekalahan di pengadilan. Namun, gugatan tersebut memicu diskursus publik yang signifikan, mengarah pada lahirnya Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. “Pengalaman tersebut mengajarkan kami bahwa dampak dari sebuah gugatan bisa jauh melampaui putusan pengadilan itu sendiri,” tambah Fadhil. Dengan demikian, gugatan terhadap Pertamina ini diharapkan mampu mendorong transparansi dan akuntabilitas perusahaan negara, serta meningkatkan kesadaran publik mengenai hak-hak konsumen.

LBH Jakarta telah membuka posko pengaduan yang menerima 619 laporan dari berbagai daerah di Indonesia selama periode 26 Februari – 4 Maret 2025. Data ini menjadi dasar kuat dalam penyusunan gugatan class action. Fadhil menjelaskan bahwa meskipun Kejaksaan Agung telah mengakui adanya praktik pengoplosan BBM dalam periode tersebut, penyelidikan yang menyeluruh dan transparan masih belum dilakukan. Oleh karena itu, LBH Jakarta mendesak pembentukan tim investigasi independen yang melibatkan pakar, ahli, dan perwakilan masyarakat untuk menyelidiki dugaan tersebut secara objektif. “Jika tim independen menyimpulkan tidak ada pengoplosan dan temuannya transparan, maka kasus ini akan ditutup,” tegas Fadhil. Kejelasan dan transparansi menjadi kunci utama dalam proses ini.

Setelah menutup posko pengaduan, LBH Jakarta akan melakukan analisis mendalam terhadap seluruh laporan yang diterima. Tahap selanjutnya adalah diskusi dengan para pelapor untuk memahami kerugian yang dialami dan merumuskan langkah hukum yang tepat. “Kami akan memastikan bahwa suara masyarakat yang terdampak didengar dan hak-hak mereka diperjuangkan,” pungkas Fadhil. Proses ini menekankan komitmen LBH Jakarta untuk mendampingi masyarakat dalam mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak mereka terhadap korporasi besar, bahkan terhadap kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada rakyat.

Langkah LBH Jakarta ini diharapkan menjadi preseden penting dalam mendorong perusahaan negara untuk lebih bertanggung jawab dan transparan dalam menjalankan operasionalnya, serta melindungi kepentingan masyarakat. Gugatan class action ini bukan hanya tentang kemenangan di pengadilan, melainkan tentang perjuangan untuk keadilan dan transparansi dalam tata kelola perusahaan negara.