Identifikasi Faktor Risiko Demensia Dini: Studi Ungkap Pengaruh Gaya Hidup dan Kesehatan

Demensia, kondisi penurunan kognitif yang signifikan, umumnya diasosiasikan dengan usia lanjut. Namun, ketika gejala demensia muncul sebelum usia 65 tahun, kondisi ini dikenal sebagai demensia usia muda (Young Onset Dementia/YOD). Kondisi ini menimbulkan tantangan unik, mengingat individu yang terkena seringkali masih aktif dalam karier, keluarga, dan kehidupan sosial.

Ahli saraf dari Universitas Maastricht, Stevie Hendriks, menyoroti dampak serius YOD, menekankan bahwa individu yang terkena biasanya masih memiliki pekerjaan, anak-anak, dan kehidupan yang sibuk. Gejala YOD serupa dengan demensia pada usia lanjut, meliputi:

  • Gangguan Memori: Kesulitan mengingat informasi baru, janji temu, atau percakapan terkini, serta lupa tempat menyimpan barang.
  • Kesulitan Berpikir dan Memecahkan Masalah: Mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, merencanakan kegiatan, atau memahami konsep yang sebelumnya familiar.
  • Perubahan Perilaku atau Kepribadian: Menjadi lebih mudah tersinggung, curiga, apatis, atau mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem.
  • Kesulitan Berkomunikasi: Kesulitan menemukan kata-kata yang tepat saat berbicara atau mengikuti percakapan.
  • Disorientasi: Kebingungan mengenai waktu, tempat, atau bahkan identitas orang-orang terdekat.

Penelitian sebelumnya tentang YOD cenderung fokus pada faktor genetik yang diwariskan, memberikan kesan bahwa kondisi ini sulit dicegah. Namun, studi terbaru memberikan perspektif baru dengan mengidentifikasi faktor gaya hidup dan kesehatan yang terkait dengan risiko YOD.

Sebuah studi besar yang dipimpin oleh David Llewellyn, seorang ahli epidemiologi dari University of Exeter, Inggris, menganalisis data lebih dari 356.000 orang berusia di bawah 65 tahun di Inggris. Studi ini mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti status sosial ekonomi rendah, isolasi sosial, gangguan pendengaran, riwayat stroke, diabetes, penyakit jantung, dan depresi, berkontribusi pada peningkatan risiko YOD. Selain itu, kekurangan vitamin D dan kadar protein C-reaktif (penanda peradangan dalam tubuh) yang tinggi juga terbukti meningkatkan risiko.

Studi ini juga mengkonfirmasi peran faktor genetik, khususnya varian gen ApoE4 ε4, yang sebelumnya dikaitkan dengan penyakit Alzheimer, dalam meningkatkan risiko YOD. Meskipun faktor-faktor ini tidak secara langsung membuktikan penyebab demensia, temuan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap YOD.

Temuan ini membuka peluang untuk intervensi dini dan pencegahan YOD melalui pengelolaan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Ahli neuroepidemiologi Sebastian Köhler dari Universitas Maastricht menekankan bahwa hasil penelitian ini membantu membangun gambaran yang lebih rinci dan dapat membantu mengembangkan perawatan dan tindakan pencegahan.

Dengan demikian, penelitian ini memberikan harapan baru dalam mengurangi risiko demensia usia muda melalui perubahan gaya hidup dan pengelolaan kondisi kesehatan yang tepat.