Puasa Tanpa Sahur: Ancaman Hipoglikemia dan Risiko Kesehatan Lainnya pada Anak
Puasa Tanpa Sahur: Ancaman Hipoglikemia dan Risiko Kesehatan Lainnya pada Anak
Dokter spesialis gizi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr. dr. Lucy Widasari, M.Si, memberikan peringatan serius terkait kebiasaan anak-anak yang berpuasa tanpa sahur. Praktik ini, menurutnya, menyimpan potensi risiko kesehatan yang signifikan, mulai dari gangguan metabolisme hingga penurunan daya tahan tubuh. Salah satu ancaman utama adalah hipoglikemia, kondisi di mana kadar gula darah menurun drastis di bawah batas normal. Kondisi ini dapat memicu berbagai gejala, dari pusing ringan hingga pingsan. "Tidak mengonsumsi makanan sebelum berpuasa dapat menyebabkan penurunan drastis kadar gula darah," jelas Dr. Lucy dalam wawancara dengan Antara pada Kamis, 6 Maret 2025, "Hal ini dapat memicu gejala seperti pusing, gemetaran, kelemahan, dan bahkan pingsan."
Dampak negatif dari puasa tanpa sahur pada anak tidak berhenti pada hipoglikemia. Dr. Lucy menjelaskan bahwa kebiasaan ini juga dapat mengganggu fungsi kognitif, khususnya daya ingat dan kemampuan belajar. Hasil studi menunjukkan korelasi antara kurangnya asupan nutrisi di pagi hari dengan penurunan performa akademik dan daya ingat pada anak-anak. Selain itu, dehidrasi merupakan risiko lain yang tak kalah penting. Kurangnya asupan cairan selama puasa dapat menyebabkan sakit kepala, mulut kering, kesulitan berkonsentrasi, dan perubahan suasana hati yang drastis. "Anak yang tidak sahur rentan mengalami perubahan mood, seperti mudah marah, gelisah, atau stres akibat kekurangan energi untuk mengontrol emosi," imbuhnya.
Masalah pencernaan juga menjadi perhatian. Anak-anak, terutama yang memiliki riwayat maag, berisiko mengalami sembelit atau gastritis (asam lambung naik/GERD) akibat lambung yang kosong terlalu lama. Lebih jauh, Dr. Lucy menekankan dampak serius terhadap sistem imun. Kurangnya asupan nutrisi memaksa tubuh untuk menggunakan cadangan lemak dan protein (otot) sebagai sumber energi. Proses ini melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat anak lebih rentan terhadap infeksi seperti flu, batuk, dan berbagai penyakit lainnya. "Penurunan daya tahan tubuh menghambat produksi sel-sel imun yang bertugas melawan virus dan bakteri," terang Dr. Lucy, "Akibatnya, anak menjadi lebih mudah terserang penyakit."
Untuk mencegah risiko kesehatan tersebut, Dr. Lucy merekomendasikan agar orang tua memastikan anak-anak mereka tidak melewatkan sahur dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Menu sahur idealnya kaya akan karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serta serat dari buah dan sayur. "Pilihlah makanan yang memberikan energi tahan lama," sarannya, "Contohnya, nasi merah, roti gandum, telur, ikan, serta berbagai sayuran dan buah-buahan. Dengan demikian, anak-anak akan memiliki cukup energi untuk menjalani aktivitas puasa seharian." Orang tua perlu memperhatikan pola makan anak selama bulan puasa untuk menjaga kesehatan dan perkembangan mereka secara optimal.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Hipoglikemia: Penurunan drastis kadar gula darah dapat menyebabkan pusing, gemetar, lemas, hingga pingsan.
- Gangguan fungsi kognitif: Menurunnya daya ingat dan kemampuan belajar.
- Dehidrasi: Sakit kepala, mulut kering, kesulitan konsentrasi, dan perubahan suasana hati.
- Masalah pencernaan: Sembelit dan gastritis.
- Penurunan daya tahan tubuh: Meningkatkan risiko infeksi penyakit.
Kesimpulannya, memastikan anak sahur sebelum berpuasa adalah tindakan penting untuk mencegah berbagai risiko kesehatan yang dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Pemberian nutrisi seimbang dan cukup sangat krusial untuk menjaga kesehatan selama bulan Ramadan.