Integritas Pendidikan Nasional Terancam: DPR Desak Evaluasi Sistem Pembelajaran

Krisis Integritas Menggerogoti Dunia Pendidikan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X menyoroti persoalan serius yang tengah menggerogoti dunia pendidikan di Indonesia. Sorotan ini muncul sebagai respons terhadap hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengungkap adanya perilaku koruptif yang masih marak terjadi di lingkungan pendidikan.

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan keprihatinannya terkait temuan tersebut. Menurutnya, sistem pendidikan di Indonesia saat ini cenderung terlalu fokus pada pencapaian akademik semata, sementara nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan integritas belum tertanam secara kuat pada peserta didik.

"Temuan KPK ini menjadi alarm bagi kita semua. Pendidikan karakter, integritas, dan etika peserta didik harus menjadi prioritas utama," tegas Hetifah.

Politisi dari Partai Golkar ini menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan nasional. Ia berpendapat bahwa penguatan pendidikan karakter tidak hanya terbatas pada kurikulum formal, tetapi juga harus diimplementasikan melalui keteladanan dari guru dan dosen, menciptakan iklim sekolah dan kampus yang sehat, serta menerapkan sistem evaluasi yang komprehensif, tidak hanya berfokus pada nilai ujian.

Temuan SPI KPK Mengungkap Fakta Mencengangkan

Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 menunjukkan penurunan skor integritas dibandingkan tahun sebelumnya. Skor SPI tahun ini berada di angka 69,50, yang menurut KPK berada pada level "koreksi", mengindikasikan bahwa upaya perbaikan integritas telah dilakukan, namun implementasi dan pengawasannya belum merata, konsisten, dan optimal.

Beberapa temuan mencengangkan dari SPI Pendidikan 2024 antara lain:

  • Kejujuran Akademik: Kasus menyontek masih ditemukan di 78% sekolah dan 98% kampus. Plagiarisme juga masih menjadi masalah, dengan 43% kampus dan 6% sekolah melaporkan adanya kasus plagiarisme yang dilakukan oleh guru atau dosen.
  • Ketidakdisiplinan Akademik: Banyak siswa melaporkan guru yang terlambat datang ke sekolah (69%), dan mahasiswa juga mengeluhkan dosen yang sering terlambat masuk kelas (96%). Bahkan, ada juga guru dan dosen yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas (64% sekolah dan 96% kampus).
  • Gratifikasi: Sebagian guru dan dosen (30%) serta kepala sekolah dan rektor (18%) masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar. Bahkan, 65% sekolah menemukan bahwa orang tua siswa terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas.
  • Pengadaan Barang dan Jasa: Proses pengadaan barang dan jasa di sekolah dan kampus masih kurang transparan. Sebanyak 43% sekolah dan 68% kampus menentukan vendor berdasarkan relasi pribadi, dan 75% sekolah serta 87% kampus melakukan pengadaan secara kurang transparan.
  • Penyalahgunaan Dana BOS: Sejumlah sekolah (12%) masih menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukannya. Pungutan terkait dana BOS juga masih ditemukan di 17% sekolah, dan praktik nepotisme dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek masih terjadi di 40% sekolah.

Temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa masalah integritas di dunia pendidikan sangat kompleks dan membutuhkan penanganan yang serius dan komprehensif.

Peran Keluarga dan Masyarakat Sangat Penting

Hetifah juga menekankan pentingnya peran keluarga dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran dan integritas pada anak-anak sejak dini. Orang tua tidak hanya dituntut untuk mendorong anak berprestasi secara akademik, tetapi juga harus mendukung proses belajar yang sehat dan bermakna.

"Masyarakat harus menjadi mitra aktif sekolah dan kampus dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang menjunjung tinggi nilai moral. Keberhasilan pendidikan sejati bukan hanya diukur dari nilai di atas kertas, tetapi dari karakter yang terbentuk," pungkas Hetifah.

Dengan adanya sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat, diharapkan integritas pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan, sehingga menghasilkan generasi penerus bangsa yang cerdas, jujur, dan bertanggung jawab.