Mengungkap Kejahatan Sains: Lima Eksperimen Medis Paling Kontroversial dalam Sejarah
Sejarah ilmu pengetahuan, meskipun sarat dengan penemuan dan kemajuan yang menyelamatkan jiwa, juga menyimpan catatan kelam tentang eksperimen medis yang melanggar etika dan hak asasi manusia. Eksperimen-eksperimen ini, seringkali dilakukan atas nama kemajuan ilmu pengetahuan atau ideologi tertentu, meninggalkan luka mendalam dan menjadi pengingat akan pentingnya etika dalam penelitian medis.
Kekejaman atas Nama Sains:
-
Eksperimen Medis Nazi: Di bawah rezim Nazi, Josef Mengele, seorang dokter SS di Auschwitz, melakukan eksperimen mengerikan pada tahanan, terutama anak kembar. Mengele terobsesi dengan gagasan supremasi ras Arya dan menggunakan tahanan sebagai subjek penelitian untuk membuktikan teorinya. Eksperimen ini seringkali brutal dan mematikan. Selain itu, tahanan juga digunakan untuk menguji pengobatan penyakit menular dan efek perang kimia, serta dipaksa untuk menahan suhu beku dan tekanan ekstrem dalam eksperimen penerbangan. Ruth Elias, seorang wanita tahanan, menyaksikan bayinya disuntik morfin dosis mematikan untuk mengakhiri penderitaannya setelah payudaranya diikat untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan bayi itu kelaparan.
-
Unit 731 Jepang: Selama tahun 1930-an dan 1940-an, Tentara Kekaisaran Jepang melakukan perang biologis dan eksperimen medis pada warga sipil, terutama di China. Unit 731, yang dipimpin oleh Jenderal Shiro Ishii, bertanggung jawab atas kematian sekitar 200.000 orang. Para tahanan menjadi subjek eksperimen mengerikan, termasuk infeksi penyakit seperti wabah, antraks, disentri, dan kolera untuk mempelajari potensi penggunaannya dalam peperangan. Kekejaman lain termasuk menginfeksi sumur dengan kolera dan tifus, serta menyebarkan kutu yang membawa wabah di kota-kota China. Para tahanan juga diarak dalam cuaca dingin untuk menguji pengobatan radang dingin, diberi gas beracun, dimasukkan ke dalam ruang bertekanan hingga mata mereka keluar, dan dibedah saat masih hidup dan sadar.
-
Eksperimen Bedah J. Marion Sims pada Budak Wanita: J. Marion Sims, yang dikenal sebagai bapak ginekologi modern, melakukan operasi eksperimental pada budak wanita tanpa anestesi untuk memperbaiki fistula vesikovagina, kondisi yang menyebabkan inkontinensia dan penolakan sosial. Praktiknya ini sangat kontroversial karena ia melakukan operasi tanpa anestesi, dengan alasan bahwa anestesi baru saja ditemukan dan operasi itu tidak terlalu menyakitkan. Tindakannya mencerminkan kurangnya penghormatan terhadap hak-hak dan otonomi perempuan yang diperbudak.
-
Studi Sifilis Guatemala: Antara tahun 1946 dan 1948, pemerintah AS dan Guatemala bersama-sama mensponsori sebuah penelitian yang melibatkan infeksi yang disengaja pada lebih dari 1.500 pria, wanita, dan anak-anak Guatemala dengan sifilis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas bahan kimia dalam mencegah penyebaran penyakit tersebut. Para peserta tidak diberikan persetujuan yang diinformasikan dan tidak menerima tindak lanjut yang memadai setelah terinfeksi.
-
Studi Tuskegee: Studi Tuskegee, yang berlangsung selama 40 tahun (1932-1972), adalah salah satu pelanggaran etika medis paling terkenal dalam sejarah AS. Dalam studi ini, Dinas Kesehatan Masyarakat AS melacak perkembangan sifilis yang tidak diobati pada 399 pria kulit hitam di Alabama. Para peserta tidak diberi tahu bahwa mereka menderita sifilis dan tidak diobati dengan penisilin, meskipun obat itu telah tersedia pada tahun 1947. Studi ini baru dihentikan pada tahun 1972 setelah menjadi perhatian publik.
Eksperimen-eksperimen medis yang mengerikan ini menjadi pengingat yang kuat akan pentingnya etika dalam penelitian medis. Persetujuan yang diinformasikan, penghormatan terhadap otonomi pasien, dan perlindungan terhadap kelompok rentan adalah prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam setiap penelitian medis. Kegagalan untuk melakukannya dapat menyebabkan konsekuensi yang menghancurkan.