DPR: Pemberantasan Premanisme Krusial untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti dampak signifikan premanisme terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa praktik premanisme secara nyata menghambat kemajuan ekonomi dan mengganggu ketertiban sosial.
"Sudah terbukti bahwa premanisme menjadi penghalang perkembangan ekonomi dan menciptakan keresahan di masyarakat," ujar Dave Laksono. Menurutnya, penegakan hukum yang tegas terhadap segala bentuk premanisme adalah suatu keharusan. Hal ini, lanjutnya, sejalan dengan komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menyatakan tidak ada tempat bagi tindakan premanisme dan kekerasan di Indonesia. "Semua pihak wajib menghormati dan tunduk pada supremasi hukum," tegasnya.
Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik terkait interaksi antara sejumlah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dengan tokoh masyarakat yang dikenal memiliki latar belakang kontroversial. Reaksi beragam muncul di media sosial, dengan beberapa pihak menyayangkan citra prajurit TNI yang dianggap mengidolakan individu yang pernah terlibat dalam tindakan melawan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Mayjen Djon Afriandi, menyampaikan permohonan maaf dan memberikan klarifikasi mengenai situasi yang terjadi. Ia menekankan bahwa Kopassus berkomitmen untuk mendukung penegakan hukum terhadap segala bentuk premanisme. Menurutnya, premanisme adalah tindakan yang merugikan masyarakat karena cenderung memaksakan kehendak dan merampas hak orang lain secara paksa.
"Tugas penindakan premanisme adalah wewenang kepolisian. Namun, masyarakat juga memiliki peran penting untuk berani melawan segala bentuk premanisme karena tindakan tersebut tidak dibenarkan dan tidak boleh dibiarkan," kata Djon Afriandi. Ia juga menambahkan bahwa pentingnya sinergi antara aparat penegak hukum dan masyarakat dalam memberantas premanisme.
Sebelumnya, keluhan serupa juga disampaikan oleh Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, terkait praktik pemerasan oleh organisasi masyarakat (ormas) di kawasan industri. Ia mengungkapkan bahwa tindakan pemaksaan tersebut telah menyebabkan pembatalan investasi senilai triliunan rupiah, yang sangat merugikan perekonomian nasional.
Persoalan premanisme bukan hanya sekadar masalah keamanan dan ketertiban, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Upaya pemberantasan premanisme secara komprehensif dan berkelanjutan menjadi kunci untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Sinergi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dunia usaha, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari premanisme dan mampu bersaing di kancah global.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait dampak premanisme terhadap ekonomi:
- Menurunkan Investasi: Praktik pemerasan dan pemaksaan oleh premanisme menghambat investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
- Meningkatkan Biaya Operasional: Perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk keamanan dan mengatasi gangguan yang disebabkan oleh premanisme.
- Menciptakan Iklim Ketidakpastian: Premanisme menciptakan iklim ketidakpastian yang membuat investor enggan menanamkan modalnya.
- Merusak Citra Negara: Premanisme merusak citra negara sebagai tujuan investasi yang aman dan stabil.
- Menghambat Pertumbuhan Ekonomi: Secara keseluruhan, premanisme menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.