Ribuan Sekolah di Indonesia Rentan Terhadap Bencana Alam: Data dan Tantangan Mitigasi

Kerentanan Sekolah Terhadap Bencana di Indonesia: Sebuah Analisis Mendalam

Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, lanskap pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan signifikan akibat bencana alam. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan bahwa rata-rata lebih dari 2.500 sekolah di seluruh nusantara terdampak bencana setiap tahunnya. Angka ini mencerminkan kerentanan sistem pendidikan terhadap berbagai ancaman alam, mulai dari gempa bumi hingga tsunami.

Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Kemendikbudristek, Saryadi, menyampaikan bahwa total lebih dari 15.000 satuan pendidikan dan 12 juta siswa telah merasakan dampak langsung dari berbagai bencana selama periode tersebut. Pemetaan yang dilakukan oleh Kemendikbudristek dan BNPB mengindikasikan bahwa sebagian besar sekolah terletak di zona rawan bencana, meningkatkan risiko bagi siswa dan tenaga pengajar.

Jenis Bencana dan Sebaran Kerentanan:

Data spesifik menunjukkan sebaran kerentanan sekolah terhadap berbagai jenis bencana:

  • Lebih dari 400 ribu sekolah berada di daerah rawan gempa bumi.
  • 200 ribu sekolah berisiko terhadap banjir.
  • 49 ribu sekolah terancam tanah longsor.
  • 8 ribu sekolah terletak di daerah rawan tsunami.
  • 8 ribu sekolah berada di kawasan berpotensi letusan gunung api.
  • 17 ribu sekolah berisiko terhadap banjir bandang.
  • 50 ribu sekolah rentan terhadap bencana asap dan kebakaran hutan lahan (karhutla).

Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa lebih dari 57 persen sekolah berpotensi mengalami lebih dari dua ancaman bencana berkategori tinggi. Lebih dari 25 juta siswa dan 1,5 juta guru berada di sekolah dengan ancaman bencana kategori sedang hingga tinggi, menyoroti urgensi upaya mitigasi yang efektif.

Tantangan dalam Penanggulangan Bencana di Lingkungan Sekolah:

Kemendikbudristek mengidentifikasi tiga tantangan utama dalam menanggulangi bencana di sekolah-sekolah yang berada di zona rawan:

  1. Ketahanan Struktur Bangunan yang Belum Merata: Banyak bangunan sekolah belum memenuhi standar ketahanan terhadap gempa atau bencana lainnya, meningkatkan risiko kerusakan dan korban jiwa.
  2. Tata Kelola Risiko yang Lemah: Pengawasan, perencanaan, dan koordinasi saat keadaan darurat masih belum optimal. Hal ini menghambat respons cepat dan efektif dalam situasi bencana.
  3. Kemampuan Mitigasi dan Kesiapsiagaan yang Rendah: Edukasi kebencanaan, prosedur evakuasi, dan kepemimpinan saat darurat di kalangan warga sekolah masih perlu ditingkatkan secara signifikan.

Inisiatif Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB):

Untuk mengatasi tantangan ini, Kemendikbudristek dan BNPB mencanangkan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Program ini mencakup lima strategi utama:

  • Revitalisasi sarana dan prasarana sekolah untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana.
  • Penguatan iklim sekolah yang adaptif terhadap risiko bencana, termasuk peningkatan kesadaran dan partisipasi seluruh warga sekolah.
  • Integrasi literasi kebencanaan dalam kurikulum dan pembelajaran, sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi situasi darurat.
  • Simulasi dan event tematik pembelajaran hidup nyata untuk melatih respons terhadap bencana.
  • Peningkatan kapasitas guru dengan memasukkan materi kesiapsiagaan dalam pendidikan profesi guru dan pelatihan berkelanjutan.

Implementasi SPAB telah digalakkan melalui simulasi yang diselenggarakan oleh BNPB di berbagai sekolah. Pada Hari Kesiapsiagaan Bencana, BNPB dan Kemendikbudristek mengajak ribuan sekolah untuk menggelar simulasi serupa, dengan tujuan meningkatkan kesiapsiagaan dan meminimalkan dampak bencana di lingkungan pendidikan.