Polemik Program 'Jus Janda Goes to School' BKKBN Jatim: Inovasi Kreatif atau Kontroversi?
Program "Jus Janda Goes to School" BKKBN Jawa Timur Menuai Perdebatan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur meluncurkan program inovatif bertajuk "Jus Janda Goes to School" yang menyasar siswa sekolah menengah atas (SMA) di Surabaya. Program ini bertujuan mulia untuk menekan angka pernikahan dini dan stunting di kalangan remaja. Namun, pemilihan nama program yang unik ini justru menuai kritik dan perdebatan di berbagai kalangan.
Seorang penggiat perempuan, Etty A Soraya, menyoroti pemilihan frasa "Jus Janda" yang dinilai multitafsir dan kurang tepat sasaran jika ditujukan kepada pelajar. Menurutnya, istilah tersebut dapat menimbulkan persepsi yang kurang baik dan bahkan menjadi bahan tertawaan sebelum maksud sebenarnya dipahami. Etty menyarankan agar BKKBN menggunakan bahasa atau singkatan yang lebih memotivasi dan memberikan kesadaran tentang bahaya pernikahan dini.
Alasan di Balik Nama Kontroversial
Ketua Pokja BKKBN Provinsi Jawa Timur, Tunggal Teja, menjelaskan bahwa pemilihan tema "Jus Janda Usia Muda, Go to School" sengaja dirancang untuk menarik perhatian dan memicu rasa penasaran di kalangan remaja SMA. Ia menegaskan bahwa "jus janda" bukanlah minuman dari seorang janda, melainkan simbol kreativitas anak muda dalam membuat branding yang unik dan mudah diingat.
Program ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi BKKBN untuk mendekati generasi muda dengan cara yang kreatif, sehingga pesan-pesan penting tentang pendidikan, kesehatan reproduksi, dan penundaan usia pernikahan dapat lebih membekas di benak mereka.
Realitas Pernikahan Dini di Jawa Timur
Di balik upaya kreatif ini, terdapat realitas yang mengkhawatirkan terkait pernikahan dini di Jawa Timur. Data pendataan keluarga tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat 3.778 kepala keluarga perempuan di bawah usia 20 tahun, bahkan 856 di antaranya belum genap berusia 15 tahun. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati, mengungkapkan bahwa pernikahan dini umumnya disebabkan oleh ketakutan akan pergaulan bebas, kehamilan yang tidak diinginkan, dan budaya menikahkan anak, meskipun faktor ekonomi juga berperan.
"Saat ini justru Janda Usia Sekolah atau JUS yang menjadi Pekerjaan Rumah atau PR bagi kami," imbuhnya.
Pernikahan dini tidak hanya berujung pada perceraian dini, tetapi juga meningkatkan risiko terhadap kesehatan ibu dan bayi, serta potensi terjadinya stunting. Oleh karena itu, BKKBN Jawa Timur melalui program Goes to School tidak hanya menyosialisasikan bahaya pernikahan dini, tetapi juga menyisipkan momen-momen inspiratif, seperti deklarasi "Stop Pernikahan Dini" di setiap sekolah yang dikunjungi.
Maria menambahkan bahwa kegiatan Goes to School juga memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan mendorong para pelajar untuk berani menolak praktik pernikahan dini, menjalani pergaulan sehat, dan merencanakan masa depan mereka dengan baik.