Cegukan Tak Kunjung Henti Selama Lima Hari, Pria di Istanbul Terkonfirmasi Positif COVID-19
Seorang pria berusia 60 tahun di Istanbul, Turki, mengalami pengalaman medis yang tidak lazim. Ia dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami cegukan yang tak kunjung berhenti selama tiga hari berturut-turut. Kejadian ini memicu serangkaian pemeriksaan mendalam untuk mencari tahu penyebabnya.
Setibanya di rumah sakit, tim dokter dari departemen neurologi segera melakukan pemeriksaan menyeluruh. Pemindaian MRI (Magnetic Resonance Imaging) dilakukan untuk memeriksa kondisi otak pasien. Namun, hasil MRI tidak menunjukkan adanya kelainan atau masalah neurologis yang bisa menjelaskan penyebab cegukan yang berkepanjangan. Selain cegukan, pasien juga tidak menunjukkan gejala lain yang mengkhawatirkan.
Karena penyebab cegukan belum ditemukan, pasien kemudian dipindahkan ke departemen penyakit dalam untuk pemeriksaan lebih lanjut. Serangkaian tes dilakukan untuk memeriksa kondisi fisiknya secara menyeluruh. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa suhu tubuh, kadar oksigen dalam darah, denyut jantung, dan laju pernapasan pasien berada dalam batas normal. Selain itu, hasil tes darah juga negatif untuk infeksi influenza dan Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Meskipun hasil tes awal tidak memberikan petunjuk yang jelas, dokter tetap melakukan pemeriksaan fisik secara seksama. Saat mendengarkan suara paru-paru pasien menggunakan stetoskop, dokter menemukan suara "derak basah" yang jelas. Temuan ini mengindikasikan adanya masalah pada paru-paru pasien.
Guna mengkonfirmasi temuan tersebut, dokter melakukan pemindaian CT (Computed Tomography) pada dada pasien. Hasil pemindaian CT menunjukkan adanya nodul atau bintik-bintik kecil di kedua paru-paru. Kondisi ini seringkali menjadi indikasi adanya pneumonia virus.
Keesokan harinya, dokter mengambil sampel usap tenggorokan pasien untuk dianalisis lebih lanjut. Hasil analisis sampel tersebut menunjukkan bahwa pasien positif terinfeksi SARS-CoV-2, virus corona yang menyebabkan penyakit COVID-19. Temuan ini menjelaskan penyebab cegukan yang berkepanjangan yang dialami pasien.
Beberapa studi kasus sebelumnya telah menghubungkan cegukan persisten, yaitu cegukan yang berlangsung selama dua hari atau lebih, dengan pneumonia. Penelitian medis yang dipublikasikan pada tahun 2020 dan 2021 juga menunjukkan bahwa COVID-19 dapat menyebabkan cegukan persisten. Bahkan, infeksi COVID-19 dapat memperpanjang durasi dan memperparah intensitas serangan cegukan.
Untuk mengatasi infeksi COVID-19, dokter memberikan favipiravir, obat antivirus yang sebelumnya diuji sebagai pengobatan COVID-19. Selain itu, pasien juga diberikan obat untuk mengurangi peradangan dan mengobati infeksi bakteri sekunder. Namun, pasien tidak diberikan antivirus lain yang saat ini umum digunakan untuk mengobati COVID-19, seperti Paxlovid.
Setelah dua hari menjalani perawatan, cegukan pasien masih belum berhenti. Dokter kemudian memberikan klorpromazin, obat antipsikotik yang memiliki efek relaksasi pada kejang otot yang menyebabkan cegukan. Klorpromazin merupakan satu-satunya obat yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk mengobati cegukan.
Setelah 12 jam pemberian klorpromazin, cegukan pasien akhirnya berhenti. Obat tersebut terus diberikan selama dua hari setelahnya untuk mencegah cegukan kembali. Setelah 10 hari menjalani pengobatan, pasien dinyatakan negatif COVID-19. Pada kunjungan tindak lanjut dua bulan kemudian, pasien melaporkan bahwa cegukannya tidak kambuh lagi.