Pendangkalan Alur Pelayaran Ancam Aktivitas Pelabuhan, Pelindo Tunggu Restu Pemerintah

Pendangkalan Alur Pelayaran Hambat Operasional Pelabuhan di Indonesia

PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) mengakui adanya permasalahan pendangkalan alur pelayaran yang signifikan di sejumlah pelabuhan yang mereka kelola. Kondisi ini dilaporkan terjadi di Pelabuhan Belawan, Bengkulu, Kumai, Sampit, Pontianak, Banjarmasin, dan Samarinda. Meskipun demikian, dari daftar tersebut, Pelabuhan Bengkulu menjadi satu-satunya yang saat ini mengalami dampak operasional langsung akibat pendangkalan.

Ardhy Wahyu Basuki, GH Sekretariat Perusahaan Pelindo, menyatakan kesiapan perusahaan untuk mengatasi masalah ini demi menjaga kelancaran dan keamanan aktivitas pelabuhan. Namun, Pelindo saat ini menunggu penugasan resmi dari Pemerintah Indonesia untuk memulai tindakan perbaikan. Dukungan skema pembiayaan yang jelas dinilai krusial untuk memastikan keberlanjutan operasional dan efektivitas pengerukan.

Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah penerapan channel fee, yaitu biaya yang dikenakan kepada pengguna alur pelayaran sebagai kontribusi terhadap penyediaan infrastruktur strategis oleh pemerintah. Pelindo telah menerapkan skema serupa di alur pelayaran barat Tanjung Perak Surabaya dan alur sungai Barito Banjarmasin. Saat ini, Pelindo sedang mengupayakan konsesi dari Kementerian Perhubungan untuk melakukan pengerukan di alur pelayaran dengan skema channel fee untuk Pelabuhan Belawan, Bengkulu, Semarang, dan Kumai.

Ardhy menekankan bahwa penanganan pendangkalan alur pelayaran memerlukan sinergi dan koordinasi yang erat antara Pelindo sebagai operator pelabuhan, pemerintah sebagai regulator, serta para pengguna jasa dan pelaku logistik. Kolaborasi ini penting untuk merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan, termasuk dalam hal pembagian peran, skema pendanaan, dan penentuan prioritas pengerukan.

Sorotan DPR Terhadap Pendangkalan Pelabuhan

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti serius masalah pendangkalan alur pelayaran di beberapa pelabuhan utama di Indonesia. Ia menilai kondisi ini berpotensi mengganggu arus logistik nasional dan membahayakan keselamatan operasional pelayaran. Bambang menyoroti Pelabuhan Pulau Baai di Bengkulu sebagai salah satu yang mengalami pendangkalan terparah. Kondisi serupa juga terjadi di Pelabuhan Tanjung Api-api (Palembang), Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah), Pelabuhan Mako (Timika), serta pelabuhan di Pontianak, Kumai, Sampit, Banjarmasin, dan Samarinda.

"Pendangkalan alur pelayaran ini menyebabkan kapal kandas, lambung kapal rusak, dan distribusi logistik terganggu," ujar Bambang. Ia menambahkan bahwa kondisi ini berdampak langsung pada peningkatan biaya logistik dan inefisiensi distribusi barang. Pendangkalan yang telah berlangsung bertahun-tahun memaksa kapal untuk menunggu air pasang agar dapat masuk atau keluar pelabuhan. Kedalaman alur saat surut bahkan hanya berkisar 2-3 meter di beberapa lokasi, yang mengakibatkan pelabuhan tidak mampu menampung kapal besar dan menyebabkan antrean panjang.

Bambang mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan normalisasi dan pengerukan alur pelayaran. Ia menegaskan bahwa kewenangan dan tanggung jawab tersebut telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 5 Tahun 2010, dan Permenhub Nomor 40 Tahun 2021. Ia memperingatkan bahwa kelalaian dalam mengatasi masalah ini dapat dianggap sebagai pelanggaran undang-undang dan berpotensi merusak target pertumbuhan ekonomi nasional.

Berikut adalah daftar pelabuhan yang mengalami pendangkalan:

  • Pelabuhan Belawan
  • Pelabuhan Bengkulu
  • Pelabuhan Kumai
  • Pelabuhan Sampit
  • Pelabuhan Pontianak
  • Pelabuhan Banjarmasin
  • Pelabuhan Samarinda
  • Pelabuhan Pulau Baai (Bengkulu)
  • Pelabuhan Tanjung Api-api (Palembang)
  • Pelabuhan Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah)
  • Pelabuhan Mako (Timika)