Perusakan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Nabire: Ancaman Nyata bagi Keselamatan Masyarakat
Perusakan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Nabire: Ancaman Nyata bagi Keselamatan Masyarakat
Serangan berulang terhadap infrastruktur vital sistem peringatan dini bencana kembali terjadi di Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Aksi vandalisme yang menargetkan peralatan monitoring gempa dan tsunami milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengakibatkan terganggunya operasional sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) di wilayah tersebut. Kejadian ini bukan insiden terisolasi, melainkan bagian dari serangkaian perusakan yang telah terjadi sebanyak 13 kali sejak tahun 2015, menurut catatan BMKG.
Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, memaparkan kronologi perusakan terbaru yang terjadi pada tanggal 9 Februari, 1 Maret, dan 6 Maret 2025. Aksi perusakan meliputi pemotongan antena modem, kabel antena GPS, dan kabel panel surya. Pada insiden 6 Maret, pelaku juga berupaya membongkar penutup kayu shelter peralatan InaTEWS, menonaktifkan seluruh sistem monitoring gempa. Kondisi ini memaksa BMKG untuk mencabut seluruh peralatan, termasuk sensor, digitizer, dan peralatan komunikasi, demi mencegah kerugian lebih besar. Penghentian operasional monitoring gempa di Nabire pun tak terhindarkan.
Kerentanan Tektonik Nabire dan Dampak Perusakan
BMKG menyoroti letak geografis Nabire yang berada di zona rawan gempa. Wilayah ini terletak di jalur Sesar Wapoga, sebuah sesar regional aktif yang berpotensi memicu gempa bumi dahsyat hingga magnitudo Mw7,9. Riwayat kegempaan di Nabire pun menunjukkan tingginya aktivitas seismik. Beberapa gempa bumi besar telah mengguncang Nabire di masa lalu, diantaranya:
- Gempa Nabire Mw7,0 pada 5 Februari 2004 (37 korban jiwa)
- Gempa Nabire Mw6,7 pada 8 Februari 2004 (2 korban jiwa)
- Gempa Nabire Mw7,1 pada 26 November 2004 (32 korban jiwa)
Selain ancaman gempa bumi, Nabire juga rentan terhadap tsunami. Keberadaannya di dekat zona sumber gempa Sesar Yapen, Sesar Naik Cendrawasih, dan Zona Megathrust Papua di laut meningkatkan risiko bencana ini. Sejarah mencatat adanya tsunami Nabire pada 8 Oktober 1900 yang mengakibatkan 5 korban jiwa.
Ancaman bagi Keselamatan dan Seruan untuk Bertanggung Jawab
Perusakan sistem peringatan dini tsunami di Nabire memiliki konsekuensi serius terhadap keselamatan masyarakat. Dengan terganggunya operasional peralatan BMKG, kecepatan dan akurasi informasi gempa dan peringatan dini tsunami akan menurun drastis. Hal ini dapat mengakibatkan keterlambatan evakuasi dan meningkatkan risiko jatuhnya korban jiwa.
BMKG menghimbau masyarakat untuk menghentikan aksi perusakan dan pencurian peralatan. Mereka menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengamankan aset-aset vital ini. Peralatan BMKG merupakan investasi untuk keselamatan masyarakat dan keberlangsungan operasional sistem peringatan dini bencana di Indonesia. Kerjasama dan kesadaran seluruh pihak menjadi kunci dalam menjaga keamanan infrastruktur krusial ini dan melindungi nyawa masyarakat Nabire.
BMKG berharap agar pemerintah daerah dan masyarakat setempat menyadari pentingnya menjaga kelangsungan sistem peringatan dini bencana. Peralatan yang telah terpasang merupakan aset berharga untuk keselamatan bersama dan harus dilindungi dari tindakan vandalisme dan pencurian. Kehilangan atau kerusakan peralatan akan mempersulit upaya mitigasi bencana dan berdampak fatal bagi masyarakat.