Banjir Kalimantan Tengah: Ancaman Deforestasi dan Tata Kelola SDA yang Buruk

Banjir Kalimantan Tengah: Ancaman Deforestasi dan Tata Kelola SDA yang Buruk

Tujuh kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali dilanda banjir dalam tiga hari terakhir. Bencana ini, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, bukan sekadar peristiwa alam semata, melainkan konsekuensi dari praktik pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang buruk dan maraknya deforestasi. Intensitas curah hujan yang tinggi di awal tahun 2025 telah melampaui kapasitas serapan air wilayah yang semakin mengecil akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit, pertambangan, dan perhutanan. Akibatnya, daerah aliran sungai (DAS) tak mampu menampung debit air hujan yang tinggi, memicu banjir di wilayah hilir.

Banjir yang melanda Barito Selatan, Gunung Mas, Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Barito Utara, dan Murung Raya, seperti dilaporkan Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng, menjadi bukti nyata dari krisis lingkungan yang dialami provinsi ini. Janang Firman, Manajer Advokasi, Kampanye, dan Kajian Walhi Kalteng, menekankan bahwa berkurangnya luas hutan dan lahan gambut—yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air—telah secara signifikan mengurangi kemampuan lingkungan dalam menyerap air hujan. Ia menjelaskan bahwa konversi lahan hutan dan gambut menjadi area pertambangan dan perkebunan skala besar merupakan penyebab utama penurunan daya tampung lingkungan.

Data Deforestasi yang Mengkhawatirkan

Data dari Simontini tahun 2024 memperlihatkan Kalteng berada di posisi kedua provinsi dengan laju deforestasi tertinggi di Indonesia, setelah Kalimantan Barat. Luas deforestasi meningkat signifikan dari 30.433 hektar pada tahun 2023 menjadi 39.598 hektar pada tahun 2024, atau bertambah 9.165 hektar. Walhi Kalteng mencatat bahwa deforestasi selama periode 2023-Februari 2025 terutama disebabkan oleh:

  • Sektor perkebunan sawit (925,04 hektar)
  • Hutan tanaman industri (1.719,09 hektar)
  • Pertambangan batubara (3.300 hektar)

Hilangnya tutupan hutan di DAS Kahayan-Kapuas semakin memperparah dampak banjir di wilayah hilir. Kondisi ini dipicu oleh menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan akibat deforestasi, sehingga mengakibatkan meluapnya air sungai dan genangan di pemukiman penduduk.

Desakan Perbaikan Tata Kelola SDA

Walhi Kalteng mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkret guna memperbaiki tata kelola SDA. Janang Firman menganggap kebijakan pengelolaan SDA yang selama ini diterapkan masih semrawut dan menjadi faktor utama berulangnya bencana ekologis di Kalteng. Perbaikan tata ruang dan penguatan mitigasi bencana dianggap jauh lebih penting daripada sekadar memberikan bantuan sosial pasca-bencana. Peningkatan aktivitas pembukaan lahan oleh perusahaan besar, khususnya di bentang alam DAS Muroi (bagian dari DAS Kapuas-Kahayan) yang melibatkan setidaknya tujuh perusahaan, juga dinilai mengancam daya dukung lingkungan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pemerintah daerah dan pusat perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tata ruang dan perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dan lahan. Penerapan prinsip keberlanjutan dan pengelolaan hutan lestari menjadi kunci penting dalam mencegah bencana serupa di masa mendatang. Selain itu, pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran lingkungan juga perlu diperketat untuk menciptakan efek jera dan melindungi lingkungan hidup.