Kendala Hukum Tunda Implementasi ERP di Jakarta, Target 2025 Terancam?
Implementasi Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta kembali menjadi sorotan publik. Sistem jalan berbayar elektronik ini, yang diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan, masih terganjal masalah legalitas. Keterlambatan pengesahan payung hukum menjadi penghalang utama realisasi program ini.
Dasar hukum penerapan ERP seharusnya tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (Raperda PPLE). Namun, hingga saat ini, Raperda tersebut belum disahkan, menghambat langkah-langkah implementasi selanjutnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap agar Perda ini segera disetujui agar ERP dapat segera diimplementasikan.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi Perhubungan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Susilo Dewanto, ERP merupakan instrumen penting untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Ia berharap sistem ini dapat terealisasi secepatnya, idealnya pada periode kepemimpinan saat ini. Namun, realisasi tersebut sangat bergantung pada pengesahan Perda PPLE sebagai landasan hukum yang jelas.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Taufik Zoelkifli, mengungkapkan bahwa Gubernur DKI Jakarta telah memberikan persetujuan terkait ERP. Saat ini, fokusnya adalah membangun komunikasi yang efektif dengan DPRD agar Raperda PPLE dapat segera disetujui dan disahkan. Zulkifli berharap ERP dapat diimplementasikan pada tahun 2025.
Implementasi ERP diprediksi akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan dan jumlah pengguna transportasi publik. Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) memperkirakan waktu tempuh kendaraan di pusat kota dapat berkurang 10-30 persen karena penurunan volume lalu lintas kendaraan pribadi. Selain itu, penggunaan transportasi umum diperkirakan meningkat hingga 20 persen seiring dengan peralihan masyarakat dari kendaraan pribadi.