Deteksi Dini Kanker Payudara: Tantangan dan Upaya Meningkatkan Kesadaran di Indonesia
Deteksi Dini Kanker Payudara: Tantangan dan Upaya Meningkatkan Kesadaran di Indonesia
Kanker payudara, penyakit mematikan yang menjadi penyebab kematian tertinggi pada wanita di dunia, termasuk Indonesia, menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data epidemiologi global tahun 2022, tercatat 2,3 juta kasus baru dan sekitar 670.000 kematian akibat kanker payudara. Di Indonesia sendiri, lebih dari 400.000 kasus kanker baru tercatat pada tahun yang sama, menurut laporan Global Cancer Observatory. Fakta yang lebih memprihatinkan adalah, 70 persen kasus kanker payudara di Indonesia baru terdeteksi pada stadium lanjut, ketika pilihan pengobatan sudah semakin terbatas dan peluang kesembuhan menurun drastis. Angka ini menjadi sorotan utama dalam upaya meningkatkan kesadaran dan akses terhadap deteksi dini penyakit ini.
Rendahnya angka deteksi dini ini disebabkan oleh beberapa faktor kompleks. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeriksaan payudara secara rutin, stigma sosial yang masih melekat pada penyakit ini, serta ketakutan terhadap prosedur medis, menjadi hambatan utama. Di banyak komunitas, pemeriksaan payudara masih dianggap tabu, menimbulkan rasa malu dan kekhawatiran akan beban emosional dan finansial bagi keluarga jika diagnosis kanker terkonfirmasi. Hal ini berujung pada penundaan pemeriksaan, yang secara signifikan menurunkan peluang kesembuhan. Penelitian menunjukkan bahwa deteksi dini dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup hingga 98 persen, membuktikan pentingnya upaya pencegahan dan deteksi dini ini.
Menyadari urgensi permasalahan ini, berbagai pihak mulai bergerak. PT Fujifilm Indonesia, bersama MedicElle Clinic, meluncurkan program "Cancer-Free Towards a Healthy Family", sebuah inisiatif yang menyediakan layanan mamografi 3D gratis bagi 100 perempuan pada periode 1-15 November 2024. Hasil pemeriksaan diumumkan pada 23 November bersamaan dengan sesi edukasi kesehatan. Program ini bertujuan untuk mengatasi kendala akses dan rasa takut yang seringkali menjadi penghalang bagi perempuan untuk melakukan pemeriksaan. Presiden Direktur Fujifilm Indonesia, Masato Yamamoto, menekankan bahwa kemajuan teknologi mamografi digital berbasis kecerdasan buatan (AI) dari Fujifilm dapat mengurangi ketidaknyamanan dan mempercepat proses deteksi dengan akurasi tinggi dan paparan radiasi yang lebih rendah.
Salah satu peserta program, Ratna Setyarahajoe, yang memiliki riwayat kanker dalam keluarga, mengungkapkan pengalaman positifnya menjalani pemeriksaan mamografi dengan teknologi ini. Ia merasa nyaman dan tidak mengalami rasa sakit yang signifikan. Lebih dari sekadar pemeriksaan gratis, Ratna merasakan program ini memberinya kesempatan untuk mengendalikan kesehatannya tanpa rasa takut. Kehadiran tim medis perempuan di MediElle Clinic juga menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para peserta.
PT Fujifilm Indonesia berkomitmen untuk memperluas inisiatif ini melalui kolaborasi dengan berbagai institusi kesehatan terkemuka di Indonesia, seperti Mandaya Puri Hospital dan Universitas Udayana. Direktur PT Fujifilm Indonesia, Handra Effendi, menekankan pentingnya aksi kolektif dalam upaya meningkatkan akses terhadap deteksi dini kanker payudara. Upaya ini bukan hanya tentang melawan kanker, tetapi juga tentang memberikan lebih banyak perempuan kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan berkualitas, memastikan tidak ada perempuan yang harus menghadapi perjuangan ini sendirian.
Kesimpulan: Tantangan dalam meningkatkan deteksi dini kanker payudara di Indonesia memerlukan pendekatan multi-sektoral yang komprehensif. Peningkatan kesadaran masyarakat, akses yang lebih mudah terhadap teknologi pemeriksaan yang nyaman, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan upaya ini. Dengan begitu, lebih banyak perempuan dapat mendapatkan kesempatan untuk mendeteksi kanker payudara pada stadium awal dan meningkatkan peluang kesembuhan.