Pertina Terdepak dari KOI: Implikasi Konflik IBA-IOC dan Arah Baru Tinju Indonesia
Gonjang-Ganjing Tinju Indonesia Pasca Pencoretan Pertina dari KOI
Keputusan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) untuk mencoret Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) dari keanggotaan memicu gelombang diskusi hangat di kalangan pelaku dan pemerhati olahraga Tanah Air. Langkah ini merupakan imbas dari konflik berkepanjangan antara International Olympic Committee (IOC) dan International Boxing Association (IBA), yang berdampak langsung pada nasib tinju Indonesia di kancah internasional.
Akar Konflik IOC-IBA
Ketidakharmonisan antara IOC dan IBA bukan lagi rahasia umum. Puncak perselisihan terjadi saat Olimpiade Paris 2024. IOC menyoroti tata kelola organisasi dan masalah keuangan IBA sejak 2019. IOC secara resmi tidak lagi mengakui IBA sebagai badan pengatur tinju dalam Olimpiade. Hal ini berimplikasi pada larangan partisipasi seluruh afiliasi IBA, termasuk Pertina, dalam ajang olahraga terbesar di dunia tersebut.
Kontroversi Atlet Aljazair di Olimpiade Paris 2024
Salah satu insiden yang memperkeruh hubungan adalah kontroversi seputar atlet tinju wanita Aljazair, Imane Khelif. Penampilannya yang dominan, termasuk kemenangan TKO atas petinju Italia Angela Carini, memicu perdebatan terkait identitas gendernya. IBA mengklaim telah melarang Khelif karena tidak lolos tes kelayakan sebagai atlet wanita, sementara IOC tetap mengizinkannya tampil karena memenuhi persyaratan medis. Khelif akhirnya meraih medali emas di kelas welter.
World Boxing: Opsi Baru yang Didukung IOC
Sebagai alternatif, IOC kini berafiliasi dengan World Boxing, organisasi tinju amatir dunia yang relatif baru. Organisasi ini menerapkan sistem one country one vote dan menjalin kerjasama dengan ITA untuk masalah doping serta CAS untuk penyelesaian sengketa. World Boxing menawarkan kesempatan bagi federasi tinju nasional untuk tetap berpartisipasi di Olimpiade.
Dilema Pertina dan Masa Depan Tinju Indonesia
Pencoretan Pertina dari KOI menempatkan federasi tinju nasional ini pada posisi sulit. Pertina harus memilih antara tetap setia pada IBA dengan segala tradisinya, atau beralih ke World Boxing demi membuka peluang tampil di Olimpiade. Pilihan ini bukan hanya soal afiliasi organisasi, tetapi juga menyangkut masa depan atlet tinju Indonesia dan citra olahraga Tanah Air di mata dunia.
Pemerintah Turun Tangan
Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) berupaya mencari solusi terbaik. Wamenpora Taufik Hidayat menekankan pentingnya stabilitas organisasi cabang olahraga dan meminta agar persoalan dualisme atau tigalisme segera diselesaikan. Kemenpora memiliki peran strategis dalam pengelolaan keolahragaan nasional dan ikut menentukan arah kebijakan terkait cabang olahraga tinju.
Perspektif Hukum Keolahragaan
Dari sudut pandang hukum keolahragaan, pencoretan Pertina melibatkan dua aspek. Pertama, hukum keolahragaan global yang mengacu pada keputusan IOC sebagai governing body. Kedua, hukum nasional yang mengharuskan federasi keolahragaan tunduk pada aturan negara. Kemenpora sebagai representasi negara memiliki tanggung jawab dalam mengelola keolahragaan nasional, meskipun federasi keolahragaan cenderung patuh pada sport governing body.
Keputusan akhir berada di tangan para pemangku kepentingan, termasuk Pertina, KOI, KONI, dan Kemenpora. Mereka harus mempertimbangkan segala konsekuensi dari pilihan yang diambil demi kemajuan tinju Indonesia. Apapun pilihannya, atlet adalah pihak yang paling utama diperhatikan agar mereka dapat terus berprestasi dan mengharumkan nama bangsa.