Dominasi Produksi Sawit Indonesia: Antara Potensi dan Kendali Harga yang Terlepas

Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, ternyata belum sepenuhnya memegang kendali atas harga komoditas tersebut di pasar global. Meskipun menguasai hampir 59% produksi kelapa sawit dunia berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2024, harga sawit justru lebih banyak dipengaruhi oleh pasar di Malaysia dan Rotterdam, Belanda.

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Eugenia Mardanugraha, mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia memiliki lahan sawit seluas 16,38 juta hektar dengan produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 46,8 juta ton, negara ini masih menjadi price taker. Artinya, Indonesia harus menerima harga yang ditetapkan oleh pasar di negara lain.

Kondisi ini mendorong perlunya penguatan pusat perdagangan sawit di dalam negeri. Bursa CPO Indonesia, yang telah diresmikan sejak 2023, diharapkan dapat memainkan peran lebih signifikan dalam pembentukan harga domestik. Namun, transaksi di bursa tersebut masih tergolong kecil, sehingga harga internasional tetap menjadi acuan utama.

Eugenia menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi produsen, tetapi juga menjadi pemain utama dalam rantai nilai global sawit. Dengan nilai ekspor kelapa sawit mencapai 20 miliar dolar AS pada tahun 2024, industri ini memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi lebih signifikan bagi perekonomian nasional.

Namun, ketidakpastian hukum dan inkonsistensi regulasi menjadi ancaman bagi keberlanjutan industri sawit. Pelaku usaha, terutama petani kecil dengan lahan terbatas, dapat menjadi pihak yang paling dirugikan jika tata kelola sektor sawit tidak segera diperbaiki.

Di tengah tantangan internal, industri sawit Indonesia juga menghadapi tekanan eksternal, seperti kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Untuk mengatasi hal ini, pelaku usaha berupaya mencari pasar ekspor baru di Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah.

Tantangan Industri Sawit Indonesia:

  • Kendali Harga: Indonesia belum memiliki kendali atas harga sawit global.
  • Penguatan Bursa CPO: Transaksi di bursa CPO domestik masih kecil.
  • Ketidakpastian Hukum: Inkonsistensi regulasi mengancam keberlanjutan industri.
  • Tekanan Eksternal: Kebijakan tarif impor dari negara lain.
  • Kesejahteraan Petani Kecil: Perlindungan terhadap petani kecil yang rentan terhadap fluktuasi harga.

Upaya yang Dilakukan:

  • Penguatan Pusat Perdagangan: Mendorong peningkatan transaksi di bursa CPO Indonesia.
  • Diversifikasi Pasar Ekspor: Mencari pasar baru di Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah.
  • Perbaikan Tata Kelola: Mendorong pemerintah untuk memperbaiki regulasi dan kepastian hukum di sektor sawit.