Gubernur Jabar Dorong Revolusi Tata Ruang dan Kerjasama Antar Daerah untuk Mitigasi Banjir

Gubernur Jabar Dorong Revolusi Tata Ruang dan Kerjasama Antar Daerah untuk Mitigasi Banjir

Bencana banjir besar yang melanda wilayah Bekasi pada Selasa, 4 Maret 2025, telah mendorong Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menyerukan 'tobat ekologi' kepada seluruh kepala daerah di Jawa Barat. Seruan ini disampaikan Dedi Mulyadi usai memimpin rapat penanganan banjir yang dihadiri oleh Bupati Bogor, Bupati Bekasi, Wali Kota Depok, dan Wali Kota Bekasi di Kantor Wali Kota Bekasi pada Jumat, 7 Maret 2025. Rapat tersebut menjadi momentum penting untuk membahas langkah-langkah strategis dalam mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang. Gubernur menekankan perlunya perubahan mendasar dalam pendekatan pengelolaan lingkungan dan tata ruang di Jawa Barat.

Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa 'tobat ekologi' ini bukan sekadar seruan simbolik, melainkan sebuah komitmen nyata untuk merevisi aturan tata ruang yang selama ini dinilai menjadi salah satu pemicu bencana alam. Ia mengungkapkan kelemahan dalam sistem perizinan terpusat yang mengabaikan pertimbangan teknis dari pemerintah daerah. Sistem ini, menurutnya, seringkali mengabaikan aspek lingkungan dan daya dukung wilayah setempat, sehingga mengakibatkan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Untuk itu, ia mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perizinan terpusat dan mengembalikan kewenangan pertimbangan teknis kepada pemerintah daerah agar pembangunan lebih selaras dengan kondisi lingkungan.

Lebih lanjut, Gubernur menyoroti pentingnya tindakan konkrit dalam mengatasi masalah banjir. Salah satu langkah yang segera diimplementasikan adalah pengerukan aliran Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas, dan Kali Bekasi. Pengerukan dan pelebaran aliran sungai ini direncanakan dimulai pada Senin, 10 Maret 2025, sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas tampung air dan mencegah genangan yang meluas. Tim Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Barat akan diturunkan untuk mengawasi dan memastikan pengerukan dilakukan secara efektif dan efisien.

Selain upaya teknis, Gubernur Dedi Mulyadi juga menekankan pentingnya kerjasama antar daerah, khususnya dalam konteks Jabodebek (Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi). Ia berencana menghubungi Gubernur DKI Jakarta untuk membahas secara bersama-sama strategi mitigasi bencana banjir yang terintegrasi. Kerjasama ini sangat krusial mengingat wilayah Jabodebek merupakan kawasan aglomerasi dengan kompleksitas masalah lingkungan yang tinggi. Upaya kolaboratif ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah banjir yang kerap terjadi.

Kesimpulannya, seruan 'tobat ekologi' yang disampaikan Gubernur Dedi Mulyadi bukan hanya sebatas retorika, melainkan sebuah panggilan untuk melakukan perubahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan dan tata ruang. Hal ini memerlukan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, serta kerjasama yang erat antar daerah dalam rangka membangun Jawa Barat yang lebih tangguh terhadap bencana alam. Perbaikan tata ruang, evaluasi sistem perizinan, dan pengerukan sungai menjadi langkah-langkah nyata yang harus segera direalisasikan untuk mencegah terulangnya bencana banjir di masa mendatang.

Berikut beberapa poin penting yang disampaikan Gubernur:

  • Revisi aturan tata ruang: Perbaikan aturan tata ruang untuk mencegah pembangunan yang tidak terkendali dan merusak lingkungan.
  • Evaluasi perizinan terpusat: Mengembalikan kewenangan pertimbangan teknis kepada pemerintah daerah untuk memastikan izin pembangunan sesuai dengan daya dukung lingkungan.
  • Pengerukan sungai: Pengerukan aliran Sungai Cileungsi, Sungai Cikeas, dan Kali Bekasi untuk meningkatkan kapasitas tampung air.
  • Kerjasama antar daerah: Kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk solusi terintegrasi dalam penanggulangan banjir di wilayah Jabodebek.