Direktur Pemberitaan Nonaktif JAK TV Jadi Tahanan Kota, Kejagung Pasang Alat Pemantau Elektronik

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengubah status penahanan terhadap Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, menjadi tahanan kota. Sebagai bagian dari pengawasan, Kejagung memasang alat pemantau elektronik pada tubuh Tian Bahtiar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengkonfirmasi pemasangan alat tersebut. "Alat elektronik sudah dipasang untuk memantau pergerakan yang bersangkutan," ujarnya di Kejagung, Senin (28/4/2025).

Tian Bahtiar menjadi tersangka dalam kasus dugaan menghalangi proses penyidikan yang sedang ditangani oleh Kejagung. Sebelumnya, ia ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung. Pengalihan status penahanan menjadi tahanan kota dikabulkan pada Kamis (24/4/2025) atas dasar pertimbangan medis.

Kuasa hukum Tian Bahtiar mengajukan permohonan pengalihan penahanan dengan alasan kesehatan. Tim penyidik dan dokter kemudian melakukan evaluasi dan menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan Tian memerlukan perawatan khusus yang tidak memungkinkan jika tetap berada di dalam rutan.

"Yang bersangkutan memiliki riwayat penyakit jantung dan telah dipasang delapan ring. Selain itu, ia juga menderita kolesterol tinggi dan gangguan pernapasan," jelas Harli Siregar.

Selama masa observasi, Tian juga mengalami pendarahan di mulut dan mata akibat efek samping obat pengencer darah yang harus dikonsumsinya secara rutin. Berdasarkan pertimbangan medis dan permohonan resmi dari kuasa hukum, penyidik memutuskan untuk mengabulkan pengalihan status penahanannya.

"Alasan kesehatan menjadi pertimbangan utama. Setelah berkonsultasi dengan tim dokter, penyidik berpendapat bahwa pengalihan penahanan sangat diperlukan," tegas Harli Siregar.

Selain pengalihan status penahanan, Tian Bahtiar juga diwajibkan untuk melapor secara berkala dan ada jaminan dari pihak keluarga, yaitu istrinya.

"Terdapat jaminan orang dalam proses pengalihan penahanan ini, yaitu istri yang bersangkutan," kata Harli Siregar.

"Tian Bahtiar juga diwajibkan untuk melapor setiap hari Senin, satu kali dalam seminggu," tambahnya.

Kasus yang menjerat Tian Bahtiar juga melibatkan dua orang advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Ketiganya diduga terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan dengan menyebarkan berita yang mendiskreditkan Kejagung dan memberikan opini negatif terhadap penanganan perkara yang dilakukan.

Modus operandi yang dilakukan adalah Marcella Santoso dan Junaedi Saibih mengadakan unjuk rasa, seminar, dan talkshow dengan narasi yang merugikan Kejagung. Selanjutnya, Tian Bahtiar melalui JAK TV meliput dan menyiarkan kegiatan tersebut.

Kejagung mengungkapkan bahwa Tian Bahtiar menerima sejumlah dana dari Marcella Santoso dan Junaedi Saibih atas penayangan berita-berita tersebut. Jumlah uang yang diterima mencapai Rp 487.500.000.