Skandal Korupsi Semarang: Saksi Ungkap Perintah Penghilangan Bukti oleh Mantan Wali Kota
Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, memasuki babak baru dengan terungkapnya upaya sistematis untuk menghilangkan jejak kejahatan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, saksi kunci memberikan keterangan yang memberatkan terdakwa.
Eko Yuniarto, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, mengungkapkan bahwa ia menerima perintah langsung dari Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita, untuk membuang telepon genggam dan bukti transfer keuangan. Perintah ini diduga terkait dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Perintahnya nomor tetap, waktu itu mungkin ada keterkaitan kejadian pemeriksaan KPK," ujar Eko di hadapan majelis hakim.
Selain itu, Eko juga membeberkan bahwa Mbak Ita mengundang sejumlah camat dan meminta mereka untuk tidak menghadiri panggilan KPK di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Tengah. "Saat itu kami diundang Bu Ita (terdakwa) untuk tidak hadir," kata Eko. Ia menirukan pesan yang disampaikan Mbak Ita saat itu, "Pokoknya tak usah datang."
Kesaksian Eko Yuniarto ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk menutupi praktik korupsi yang melibatkan Mbak Ita. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah mendakwa Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, dengan tiga dakwaan terkait korupsi yang merugikan negara hingga Rp 9 miliar. Kasus ini mencakup berbagai modus operandi, termasuk dugaan pungutan tidak sah dari pejabat daerah dan pengaturan proyek pemerintah. Tindakan Mbak Ita yang diduga memerintahkan penghilangan alat komunikasi dan dokumen penting menunjukkan adanya skenario untuk membersihkan jejak dan mengaburkan keterlibatan pihak-pihak lain dalam praktik korupsi di Pemerintah Kota Semarang.
Kasus korupsi ini terjadi pada masa transisi Mbak Ita dari Pelaksana Tugas (Plt.) Wali Kota (2022–2023) menjadi Wali Kota definitif (2023–2025). Pengungkapan upaya penghilangan bukti ini semakin memperburuk citra pemerintahan Kota Semarang dan memunculkan pertanyaan tentang integritas para pejabat publik.