Marka Kejut Kontroversial di Klaten Dibongkar: Melanggar Aturan?
Pembongkaran Marka Kejut di Klaten
Sebuah marka kejut atau yang lebih dikenal dengan polisi tidur di Jalan Pemuda, Klaten, Jawa Tengah menjadi viral dan menuai kontroversi. Pasalnya, marka kejut tersebut dinilai membahayakan dan menyulitkan para pengendara, khususnya pengendara sepeda motor.
Dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat jelas bagaimana marka kejut tersebut dipasang berjejer dalam empat baris di jalur lambat jalan tersebut. Kondisi ini memaksa para pengendara untuk melakukan manuver ekstrem agar tidak terjatuh. Bahkan, sebuah becak motor sempat mengalami kesulitan melintasi marka kejut tersebut dan memerlukan bantuan dari pengendara lain. Mobil pengangkut gas dan galon pun tak luput dari kesulitan yang sama.
Menanggapi keluhan masyarakat dan viralnya video tersebut, Pemerintah Kabupaten Klaten melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) segera bertindak. Pembongkaran marka kejut yang dianggap bermasalah itu dilakukan pada hari Minggu (27/4/2025). Kepala Dinas PUPR Pemkab Klaten, Suryanto, menjelaskan bahwa pembongkaran dilakukan untuk meratakan permukaan jalan terlebih dahulu. Selanjutnya, pada hari Senin (28/4/2025), akan dilakukan penyempurnaan.
Suryanto menambahkan, marka kejut sebenarnya sudah ada sebelumnya, namun dalam ukuran yang lebih kecil. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam berlalu lintas. Menurutnya, keberadaan marka kejut atau rambu lalu lintas lainnya tidak akan efektif jika perilaku berkendara masyarakat tidak tertib.
Aturan Pemasangan Marka Kejut
Pemasangan marka kejut sebagai alat pembatas kecepatan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 14 Tahun 2021, yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 82 Tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengamanan Pengguna Jalan. Pasal 40A dalam peraturan tersebut secara spesifik membahas mengenai ketentuan pemasangan alat pembatas kecepatan.
Salah satu poin penting dalam pasal tersebut adalah jarak antar marka kejut yang dipasang berulang. Disebutkan bahwa jarak ideal antara speed bump adalah antara 90 meter hingga 150 meter pada jalan lurus. Selain itu, jarak pemasangan marka kejut sebelum mendekati persimpangan, alinyemen horizontal, atau alinyemen vertikal adalah 60 meter.
Peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa alat pembatas kecepatan berfungsi untuk memperlambat laju kendaraan dengan memberikan peninggian pada sebagian badan jalan. Secara umum, alat pembatas kecepatan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
- Speed Bump: Digunakan di area parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan terbatas dengan kecepatan operasional di bawah 10 kilometer per jam. Memiliki tinggi 8-15 sentimeter, lebar bagian atas 30-90 sentimeter, dan kelandaian maksimal 15 persen.
- Speed Hump: Digunakan di jalan lokal dan jalan lingkungan dengan kecepatan operasional di bawah 20 kilometer per jam. Memiliki tinggi 5-9 sentimeter, lebar total 35-39 sentimeter, dan kelandaian maksimal 50 persen.
- Speed Table: Digunakan di jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan, serta tempat penyeberangan jalan dengan kecepatan operasional di bawah 40 kilometer per jam. Memiliki tinggi 8-9 sentimeter, lebar bagian atas 660 sentimeter, dan kelandaian maksimal 15 persen.
Dengan adanya aturan yang jelas mengenai pemasangan marka kejut, diharapkan kejadian serupa di Klaten tidak terulang kembali. Pemasangan alat pembatas kecepatan harus dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku agar tidak membahayakan pengguna jalan dan tetap efektif dalam menekan angka kecelakaan.