Pemangkasan Dana Transfer Daerah, Wagub Papua Selatan Ungkap Kekecewaan Mendalam

Pemerintah Provinsi Papua Selatan menyuarakan kekecewaan atas kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak pada dana transfer ke daerah (TKD). Wakil Gubernur Papua Selatan, Paskalis, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya dalam rapat bersama Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR RI. Ia menyoroti ketidakadilan yang dirasakan Papua Selatan sebagai provinsi baru, yang seharusnya mendapatkan perlakuan khusus dalam alokasi anggaran.

"Kami sangat kecewa! APBD kami sudah kecil, jika dipangkas lagi, dampaknya akan sangat besar, terutama karena kami masih daerah otonomi baru. Kami berharap ada keistimewaan yang diberikan. Tidak adil jika kami harus bersaing dengan daerah yang sudah lebih lama berdiri," tegas Paskalis.

Pemprov Papua Selatan menggarisbawahi bahwa pemotongan anggaran ini akan menghambat pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik di wilayahnya. Dana Alokasi Khusus (DAK), yang sangat dibutuhkan untuk membangun kantor pemerintahan dan fasilitas publik lainnya, juga terkena dampak pemangkasan.

"Dana yang awalnya dialokasikan sebesar Rp 1,28 triliun, kini berkurang menjadi Rp 1,13 triliun akibat efisiensi anggaran. Ini berarti ada pemotongan sebesar Rp 150 miliar. Akibatnya, pembangunan fisik terancam terhenti karena DAK kosong," jelas Paskalis.

Wagub Paskalis mempertanyakan dasar hukum pemotongan dana otonomi khusus (otsus). Ia menilai bahwa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus.

Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Wagub Paskalis:

  • Kekecewaan mendalam: Atas pemangkasan dana transfer ke daerah yang berdampak signifikan pada pembangunan di Papua Selatan.
  • Ketidakadilan: Mengingat status Papua Selatan sebagai provinsi baru yang memerlukan dukungan anggaran lebih besar.
  • Dampak pemotongan DAK: Terhambatnya pembangunan infrastruktur penting, seperti kantor pemerintahan dan rumah dinas.
  • Pertentangan hukum: Inpres dan KMK dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus.

Ke depan, Pemprov Papua Selatan berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali kebijakan efisiensi anggaran, terutama yang berdampak pada daerah-daerah otonomi baru seperti Papua Selatan. Dukungan anggaran yang memadai sangat penting untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.