Penerapan ERP Jakarta: Dilema Sepeda Motor dan Ojek Online
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan sistem Electronic Road Pricing (ERP) sebagai solusi mengatasi kemacetan di ibu kota. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa pendapatan dari ERP akan dialokasikan untuk subsidi transportasi umum. Namun, implementasi ERP ini masih dalam tahap pembahasan yang melibatkan berbagai pihak terkait.
ERP adalah sistem pengendalian lalu lintas yang mengenakan biaya secara elektronik kepada pengguna kendaraan bermotor yang melintasi ruas jalan tertentu pada jam sibuk. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas yang menjadi masalah kronis di Jakarta.
Namun, penerapan ERP tidaklah mudah. Djoko Setijowarno dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menyoroti tingginya populasi sepeda motor sebagai tantangan utama. Menurutnya, sepeda motor mendominasi lalu lintas di Indonesia, mencapai 85% dari total kendaraan. Penerapan ERP yang berdampak pada sepeda motor berpotensi menimbulkan protes dari masyarakat. Djoko menyarankan agar pemerintah menyediakan alternatif transportasi umum yang memadai, seperti Transjabodetabek yang menjangkau wilayah pinggiran Jakarta. Dengan demikian, masyarakat yang tidak dapat melintas di jalan berbayar memiliki pilihan transportasi yang terjangkau.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menambahkan bahwa ojek online (ojol) juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Secara hukum, ojol masih dikategorikan sebagai kendaraan pribadi yang digunakan untuk layanan ride-sharing. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam menentukan apakah ojol akan diperlakukan sebagai kendaraan umum atau pribadi dalam kebijakan ERP. Ketergantungan ekonomi masyarakat terhadap ojol cukup besar. Kenaikan biaya operasional akibat ERP dapat menurunkan pendapatan pengemudi ojol, meningkatkan tarif, atau mengurangi daya saing layanan ini.
Yannes menekankan bahwa penerapan ERP tanpa solusi alternatif bagi transportasi berbasis aplikasi dapat membebani masyarakat menengah ke bawah. Jika ERP hanya menyasar mobil pribadi, hal ini dapat dianggap tidak adil. Namun, jika sepeda motor juga dikenakan biaya, potensi protes publik akan semakin besar. Selain itu, kesiapan infrastruktur transportasi umum yang belum terintegrasi dengan baik, terutama di wilayah penyangga Jakarta, dapat menghambat efektivitas ERP.