Massa Geruduk Balai Kota, Soroti Penggunaan Dana CSR Ancol yang Diduga Tidak Transparan

Sejumlah anggota Aliansi Mahasiswa dan Pelaku Usaha Peduli Koperasi (Ampuhkop) melakukan aksi demonstrasi di depan Balai Kota Jakarta pada hari Senin (28/4/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) di PT Pembangunan Jaya Ancol.

Massa aksi, yang membawa spanduk dan poster, menuntut Gubernur Jakarta, Pramono Anung, untuk segera turun tangan mengatasi permasalahan yang ada di BUMD tersebut. Mereka mendesak dilakukannya audit terhadap penggunaan dana CSR yang dinilai tidak jelas dan berpotensi merugikan masyarakat.

Spanduk-spanduk yang dibawa oleh demonstran berisi berbagai tuntutan, antara lain:

  • Mendesak Gubernur Jakarta untuk membenahi kinerja PT Pembangunan Jaya Ancol terkait pengelolaan anggaran CSR.
  • Menuntut audit terhadap penggunaan dan penyaluran dana CSR PT Pembangunan Jaya Ancol oleh BPK, Kejaksaan Tinggi, dan Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.
  • Menyerukan agar oknum pejabat BUMD yang terlibat dalam penyimpangan dana CSR PT Pembangunan Jaya Ancol dicopot dari jabatannya.

Ketua Koperasi Pedagang Ancol, Heri Wibowo, yang juga ikut dalam aksi demonstrasi, mengungkapkan bahwa unjuk rasa ini juga dipicu oleh ketidakadilan yang dialami oleh para pedagang binaan di kawasan Ancol. Ia menuding adanya praktik monopoli perdagangan yang merugikan para pedagang kecil.

Menurut Heri, para pedagang dipaksa untuk mengikuti program yang ditetapkan oleh pihak Ancol, di mana mereka harus menjual produk-produk tertentu milik Ancol. Dalam skema kerja sama tersebut, hasil penjualan dibagi dengan persentase 60 persen untuk Ancol dan 40 persen untuk pedagang. Bahkan, dari 40 persen tersebut, pedagang masih harus membagi dua jika berjualan secara berpasangan.

"Kami dianggap tidak ada. Kalau tidak ikut program itu kami tidak dianggap. Sehari paling besar pendapatan Rp 60.000, kalau dapat Rp 120.000 bagi dua. Hari biasa kadang zonk," ujar Heri.

Heri menambahkan bahwa ada sekitar 253 pedagang yang mengalami nasib serupa. Ia berharap pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat memperhatikan nasib para pedagang kecil dan mengambil tindakan tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan mereka.