Harimau Sumatera Terdeteksi di Area Pabrik Dumai: Habitat Alami Terancam

Kemunculan Harimau Sumatera di Area Industri Picu Kekhawatiran

Kehadiran seekor harimau sumatera di kawasan pabrik goni PT Wilmar, Pelintung, Dumai, Riau, pada Sabtu malam (26/4/2025) telah memicu perhatian serius. Penampakan satwa dilindungi ini terjadi saat petugas keamanan perusahaan tengah melakukan patroli rutin.

Berdasarkan rekaman video dan foto yang beredar luas di media sosial, terlihat seekor harimau berukuran besar berada di dekat jalanan pabrik. Sorotan lampu mobil membuat harimau tersebut berlari ke arah semak-semak terdekat. Beberapa foto juga menunjukkan harimau tersebut tampak tenang duduk di dekat tembok pabrik. Kemunculan harimau ini semakin memperkuat indikasi bahwa habitat satwa liar semakin terdesak.

Upaya Mitigasi dan Investigasi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau telah merespons kejadian ini dengan mengirimkan tim terpadu ke lokasi untuk melakukan pengecekan. Menurut Kepala BBKSDA Riau, Supartono, tim menemukan jejak kaki harimau sumatera yang berukuran 15x13 sentimeter dengan jarak antar kaki mencapai 130 sentimeter. Lokasi penemuan jejak tersebut berada sekitar lima kilometer dari permukiman warga.

Sebagai langkah mitigasi awal, BBKSDA Riau bekerja sama dengan Polsek Medang Kampai dan pihak keamanan PT Wilmar telah memasang kamera pengintai untuk memantau pergerakan harimau tersebut. Pihak perusahaan juga diimbau untuk mengurangi aktivitas di sekitar lokasi penampakan, terutama pada sore dan malam hari. Masyarakat juga diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan saat beraktivitas di sekitar area tersebut.

Aktivis Lingkungan Ungkap Akar Masalah

Aktivis lingkungan Riau, Johny Setiawan Mundung, menyatakan bahwa kemunculan harimau di area pabrik merupakan konsekuensi dari kerusakan habitat alami satwa liar akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan kawasan industri.

"Ini adalah bukti nyata dampak dari kerusakan hutan. Harimau keluar karena rumah mereka rusak," tegas Johny.

Johny menjelaskan bahwa harimau memiliki wilayah jelajah yang luas, mencapai sekitar 250 kilometer per tahun. Area pabrik tersebut, menurutnya, dulunya merupakan bagian dari wilayah jelajah harimau. Ia menggambarkan bagaimana harimau yang kembali ke wilayah tersebut setelah beberapa tahun mendapati bahwa hutannya telah hilang dan berubah menjadi perkebunan, jalan, pemukiman, dan pabrik, sehingga membuat mereka semakin resah dan tertekan.

Kerusakan Hutan Picu Konflik Satwa-Manusia

Hilangnya hutan mengakibatkan satwa liar kesulitan mencari makan dan meningkatkan potensi konflik dengan manusia. Johny menekankan perlunya tindakan untuk menyelamatkan hutan dan memulihkan habitat harimau, bukan memperluas perkebunan kelapa sawit yang tidak sesuai untuk habitat satwa liar.

Ia menyoroti banyaknya kawasan hutan di Riau yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Selain itu, ia juga menyoroti praktik penebangan hutan ilegal oleh masyarakat untuk membuka lahan perkebunan sawit yang tidak terkendali, serta pelanggaran hukum oleh perusahaan yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Pemerintah Diminta Lebih Serius Lindungi Hutan

Johny mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam melindungi hutan yang tersisa guna mencegah bencana lingkungan dan konflik antara manusia dan satwa liar. Ia menyarankan diversifikasi tanaman selain kelapa sawit, seperti jambu, pisang, sirsak, mangga, aren, dan durian, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan. Ia juga mendorong pengembangan perhutanan sosial dan gerakan menanam pohon untuk memperkuat kawasan hutan.

Menurutnya, melestarikan hutan adalah satu-satunya cara untuk mencegah konflik antara manusia dan satwa liar seperti harimau sumatera dan gajah sumatera. Pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan program perhutanan sosial dan Satgas Kawasan Hutan untuk mencapai tujuan tersebut.