Petani Sawit Bengkulu Ultimatum Pemerintah Provinsi Terkait Janji Harga TBS

Aliansi Petani Kelapa Sawit (APKS) Bengkulu mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu pada Senin (28/4/2025) untuk menagih janji Wakil Gubernur (Wagub) Mian terkait penindakan terhadap perusahaan Crude Palm Oil (CPO) yang tidak mematuhi harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang telah disepakati.

Sebelumnya, Wagub Mian menjanjikan harga TBS di tingkat petani sebesar Rp 3.134 per kilogram. Namun, kenyataannya harga di lapangan masih berkisar antara Rp 2.600 hingga Rp 2.800 per kilogram. Ketidaksesuaian ini memicu kekecewaan dan tuntutan dari para petani.

Edy Mashuri, perwakilan APKS Bengkulu, mengungkapkan bahwa kedatangan mereka adalah untuk mempertanyakan komitmen pemerintah provinsi terkait harga TBS sawit. Ia menekankan bahwa sudah dua minggu sejak ancaman Wagub Mian disampaikan, namun perusahaan CPO masih mengabaikan kesepakatan harga.

Pertemuan antara perwakilan petani dan pejabat Pemprov Bengkulu, termasuk Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultural dan Perkebunan (TPHP), M Rizon, dan Asisten II Pemprov Bengkulu, RA Denny, tidak membuahkan hasil yang memuaskan bagi para petani. Mereka merasa ada perbedaan penafsiran mengenai sanksi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pembelian TBS Sawit Produksi Perkebunan Mitra, khususnya Pasal 23.

Para petani berpendapat bahwa Pemprov Bengkulu keliru menafsirkan Pasal 23 Permentan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa pasal tersebut mengatur tentang pelaporan perusahaan, bukan tentang sanksi terhadap perusahaan yang tidak mengikuti harga yang ditetapkan. Sanksi seharusnya diberikan jika perusahaan tidak melaporkan secara berkala sesuai dengan Permentan.

Edy Mashuri menawarkan solusi berupa kemitraan antara petani dan pabrik yang difasilitasi oleh pemerintah. Kemitraan ini harus memuat kewajiban dan sanksi tertulis yang diketahui oleh kepala daerah melalui dinas terkait. Menurutnya, sanksi baru dapat diterapkan setelah kemitraan tersebut terbentuk sesuai dengan anjuran Permentan.

Apabila pemerintah tidak segera memfasilitasi kemitraan tersebut, para petani mengancam akan menggelar unjuk rasa besar-besaran. Mereka berharap pemerintah segera merespon tuntutan mereka demi terciptanya harga TBS sawit yang adil dan sesuai dengan kesepakatan.

Merespon tuntutan petani, Kepala Dinas TPHP, M. Rizon, menyatakan bahwa timnya sedang berupaya untuk memenuhi permintaan petani terkait harga TBS sawit. Ia mengklaim bahwa harga TBS terus mengalami kenaikan setiap malam setelah tim bekerja sesuai arahan gubernur dan wagub. Ia berharap harga TBS dapat segera mencapai sesuai yang ditetapkan.

M. Rizon menambahkan bahwa pemerintah berwenang memberikan teguran pertama dan kedua sesuai dengan Permentan. Jika teguran tersebut tidak diindahkan, pemerintah berhak memberikan sanksi kepada perusahaan CPO yang melanggar.

Sebelumnya, Wagub Mian telah mengancam akan menutup sejumlah perusahaan CPO di Bengkulu karena tidak mematuhi ketetapan harga TBS sawit petani. Ancaman tersebut disampaikan saat melakukan inspeksi mendadak di PT Surya Andalan Primatama Kabupaten Mukomuko. Wagub Mian geram karena perusahaan tersebut masih membeli harga TBS di bawah ketentuan pemerintah.

Wagub Mian menyoroti perbedaan harga yang signifikan antara harga yang ditetapkan pemerintah (Rp 3.140) dengan harga yang ditawarkan oleh PT Surya Andalan Primatama (Rp 2.610). Ia juga menyoroti perusahaan lain, PT Sumindo di Bengkulu Utara, yang masih membeli TBS di atas Rp 2.800, namun tetap di bawah harga yang ditetapkan pemerintah.

Daftar tuntutan petani:

  • Pemerintah provinsi Bengkulu harus menindak tegas perusahaan CPO yang membeli TBS di bawah harga yang telah disepakati.
  • Pemerintah provinsi Bengkulu harus memfasilitasi kemitraan antara petani dan pabrik CPO yang memuat kewajiban dan sanksi tertulis.
  • Pemerintah provinsi Bengkulu harus memastikan bahwa harga TBS sawit di tingkat petani sesuai dengan harga yang telah ditetapkan.