Dedikasi Mbok Yem: Warung Puncak Lawu Tetap Berjalan Meski Pemiliknya Sakit

Dedikasi Mbok Yem: Warung Puncak Lawu Tetap Berjalan Meski Pemiliknya Sakit

Meskipun tengah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aisyiyah Ponorogo akibat pneumonia, Wakiyem, atau yang lebih dikenal sebagai Mbok Yem (82), tetap memastikan warung makan miliknya di puncak Gunung Lawu tetap beroperasi. Kesehatan Mbok Yem yang memburuk sejak Selasa (4/3/2025) tidak menghalangi komitmennya untuk melayani para pendaki yang membutuhkan makanan dan minuman. Dari tempat tidurnya di rumah sakit, Mbok Yem memantau kelancaran usaha warungnya, menunjukkan dedikasi luar biasa yang telah lama melekat padanya sebagai legenda Gunung Lawu.

Anak kedua Mbok Yem, Saelan, menjelaskan bahwa dua karyawan asal Kediri dan Kecamatan Maospati – Muis dan Jarwo – terus menjaga operasional warung. Keduanya telah lama membantu Mbok Yem dan memahami tanggung jawab mereka untuk memastikan warung tetap buka, baik saat Mbok Yem sehat maupun sakit. “Kalau Simbok turun, memang dua orang itu yang berjualan di warung. Seperti ini Simbok sakit, mereka ya berjualan,” ungkap Saelan. Kehadiran Muis dan Jarwo menjadi jaminan kelangsungan pelayanan bagi para pendaki di ketinggian.

Kisah keuletan Mbok Yem bukan hal baru. Bahkan saat kesehatannya menurun, ia tetap memaksakan diri untuk melayani pendaki. Telur goreng, menu andalan warungnya, tetap disajikan hingga larut malam, bahkan pukul 02.00 dini hari jika ada pendaki yang membutuhkan. “Kemarin itu sakit gigi, enggak bisa tidur. Kadang sampai jam 12 malam enggak tidur. Jam 2 malam itu masih goreng telur karena ada pendaki yang lapar. Kalau capek baru tertidur,” cerita Mbok Yem dari ranjang rumah sakit. Sikap gigihnya ini mencerminkan dedikasi yang tak kenal lelah.

Saelan mengakui kesulitan mencegah Mbok Yem untuk terus berjualan. Meskipun usianya sudah 82 tahun, semangat melayani para pendaki tetap membara dalam dirinya. “Dilarang pun tidak bisa karena kalau di rumah yang dipikir bagaimana orang-orang yang naik gunung bisa makan,” ujar Saelan. Bagi Mbok Yem, kepuasan melayani pendaki lebih penting daripada keuntungan materiil. Ongkos pengangkutan sembako saja mencapai Rp 500.000 untuk 35 kilogram beban, sebuah angka yang menunjukkan betapa besar tantangan logistik yang dihadapi.

Meskipun menghadapi kondisi kesehatan yang memprihatinkan, Mbok Yem tetap menunjukkan semangat juang yang tinggi. Dedikasinya yang luar biasa dalam melayani para pendaki di puncak Gunung Lawu menjadi inspirasi dan bukti nyata bahwa semangat melayani dapat mengalahkan segala keterbatasan fisik. Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya dukungan dan kerjasama antara pemilik usaha dan karyawan untuk tetap memberikan pelayanan terbaik, bahkan di tengah tantangan.

Catatan: Informasi terkait tanggal dan nama rumah sakit telah diverifikasi sesuai sumber berita asli.