Fokus Asta Cita Prabowo pada Isu ESG: Antara Komitmen dan Implementasi
Isu Lingkungan dalam Agenda Pemerintahan Prabowo: Seberapa Jauh Komitmen ESG Terwujud?
Pemerintahan mendatang di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto menunjukkan sinyal kuat dalam menanggapi isu-isu Environmental, Social, and Governance (ESG). Penunjukan Hashim Djojohadikusumo sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim menjadi salah satu langkah awal yang mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Langkah ini diharapkan dapat menjembatani komitmen internasional dengan aksi nyata di lapangan.
Dalam forum COP29 di Baku, Azerbaijan, Hashim Djojohadikusumo memaparkan visi ambisius terkait pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Rencana pembangunan pembangkit listrik baru sebesar 100 GW dalam 15 tahun ke depan, dengan 75% di antaranya berasal dari sumber EBT, menjadi sorotan utama. Detail rencana tersebut meliputi:
- Pembangkit Tenaga Angin: 35 GW
- Sumber Energi Terbarukan Lainnya: Tenaga Matahari, Air, Geothermal, dan Tenaga Nuklir (total 40 GW)
Komitmen ini, menurut Hashim, merupakan wujud keseriusan pemerintahan baru dalam mendukung transisi energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain pengembangan EBT, pemerintah juga berencana untuk mengimplementasikan program Carbon Capture Storage (CCS), sebuah teknologi yang memungkinkan penangkapan dan penyimpanan emisi karbon. Beberapa perusahaan multinasional, seperti Exxon Mobil dan British Petroleum (BP), telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam program ini. Indonesia dinilai memiliki potensi penyimpanan karbon yang signifikan, baik di darat maupun di lepas pantai, sehingga menjadi lokasi yang strategis untuk implementasi CCS.
Kritik Terhadap Transisi Energi yang Berkeadilan
Namun, langkah-langkah yang diambil pemerintah belum sepenuhnya memuaskan berbagai pihak. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan menilai bahwa kinerja pemerintah saat ini di bidang transisi energi masih perlu ditingkatkan. Mereka merekomendasikan agar prinsip ESG diintegrasikan sebagai persyaratan utama dalam perizinan investasi. Menurut koalisi ini, meskipun ada wacana tentang pentingnya ESG, implementasi riil dalam bentuk perubahan regulasi, sosialisasi, dan pelatihan masih minim. Peningkatan perhatian global terhadap perubahan iklim telah mendorong investor untuk menjadikan ESG sebagai syarat utama dalam berinvestasi, sehingga integrasi prinsip ini dalam kebijakan pemerintah menjadi krusial.
Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti bahwa fokus pemerintah saat ini lebih condong pada target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, tanpa komitmen yang kuat terhadap ESG. Hal ini dinilai mencerminkan kurangnya sense of urgency dalam mengimplementasikan investasi berkelanjutan. Integrasi ESG dianggap penting untuk mendukung Asta Cita ke-5 dan Program Prioritas ke-15, serta memastikan bahwa hilirisasi dan industrialisasi berjalan seiring dengan inklusi sosial dan perlindungan lingkungan.
Sampai saat ini, belum ada langkah konkret yang diambil pemerintah untuk merealisasikan perubahan tersebut. Oleh karena itu, implementasi prinsip ESG dalam perizinan investasi di awal pemerintahan Prabowo menjadi sangat penting untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.